JAKARTA, KOMPAS.com - Pengenaan cukai pada Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) diprediksi meningkatkan penerimaan negara dari Rp 2,7 triliun hingga Rp 6,25 triliun.
Peneliti Center for Indonesia Strategic Development Initiatives (CISDI), Gita Kusnadi mengatakan, penerimaan itu bisa digunakan dan dimanfaatkan untuk mencegah konsumsi minuman berpemanis yang berlebihan.
Pasalnya, pembiayaan untuk langkah preventif yang diakibatkan dari konsumsi MBDK masih sangat minim di Indonesia.
"Menurut estimasi Kemenkeu, cukai MBDK akan berpotensi meningkatkan pemasukan negara di Indonesia hingga Rp 6,25 triliun per tahun. Potensi penambahan penerimaan negara ini bisa digunakan untuk membantu preventif," kata Gita dalam webinar CISDI di Jakarta, Kamis (31/3/2022).
Baca juga: Pemerintah Buka Opsi Tarik Cukai dari Minuman Berpemanis Tahun Depan
Gita mengungkapkan, penerapan cukai pada minuman berpemanis kemasan perlu segera diterapkan lantaran praktek pemasaran jenis minuman ini dilakukan secara masif oleh pelaku usaha.
Iklan MBDK dilakukan di semua jenis media tanpa ada batasan waktu dan kelompok usia. Tak heran dibanding anak-anak lain di Malaysia, China, dan Korea, anak Indonesia lebih terpapar iklan minuman berpemanis ini.
"Oleh karena itu butuh kebijakan yang komprehensif untuk mulai mengenakan cukai, untuk meningkatkan harga dan mengurangi konsumsi, hingga regulasi pemasaran seperti pelarangan iklan MBDK," ucap dia.
Baca juga: Pemerintah Diminta Terapkan Cukai Plastik dan Minuman Berpemanis Tahun Depan
Pakar Advokasi CISDI, Abdillah Ahsan menambahkan, konsumsi MBDK dalam beberapa tahun terakhir meningkat signifikan. Total peningkatannya tembus hingga 15 kali lipat dalam 20 tahun terakhir.
Seturut perhitungannya, konsumsi air teh kemasan yang menjadi salah satu jenis MBDK tahun 2011 mencapai 250 juta liter. Lalu angkanya meningkat menjadi sekitar 400 juta liter di tahun 2014.
"Yang paling meningkat drastis adalah air teh dalam kemasan. (Jenis) MBDK adalah air teh kemasan, sari buah kemasan, minuman ringan, dan minuman kesehatan. Di sini kita lihat, air teh kemasan meningkat drastis tinggi sekali. Jadi ini menimbulkan konsen," beber dia.
Lebih lanjut dia menjelaskan, dibanding negara lain di Asean, Indonesia menjadi negara dengan urutan ketiga dengan konsumsi MBDK tertinggi, setelah Thailand.
Konsumsi MBDK di Thailand mencapai 59,8 liter per orang per tahun. Sementara di Indonesia mencapai 20,2 liter per orang per tahun.
Banyaknya konsumsi minuman berpemanis ini meningkatkan risiko penyakit tidak menular, seperti diabetes dan obesitas.
"Ini kondisi yang sangat mengkhawatirkan sehingga penting sekali untuk melakukan pencegahan dengan mengurangi (konsumsi). Konteksnya adalah bagaimana mengurangi konsumsi minuman berpemanis dengan gunakan instrumen fiskal yaitu cukai," tandas dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.