Menurut Febrio, penerapan Pajak Karbon di Indonesia akan dilakukan bertahap dengan memperhatikan prioritas dalam pencapaian target NDC, perkembangan pasar karbon, kesiapan sektor, dan kondisi ekonomi Indonesia.
Baca juga: Tarif PPN 11 Persen Sudah Berlaku, tapi Aturan Teknisnya Masih Misteri
Hal ini bertujuan agar pengenaan pajak karbon yang berlaku di Indonesia dapat memenuhi asas keadilan (just) dan terjangkau (affordable) serta tetap mengutamakan kepentingan masyarakat.
“Berbagai upaya dan komitmen yang diperbarui menunjukan keseriusan pemerintah dalam mengatasi dampak perubahan iklim. Oleh karena itu, kita perlu mengoptimalisasi seluruh instrumen yang ada termasuk pendanaan APBN maupun swasta,” kata Febrio.
Berdasarkan UU HPP, subyek Pajak Karbon adalah orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon dan/atau melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon.
Pajak Karbon terutang atas pembelian barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu pada periode tertentu.
Baca juga: Rumus Menghitung PPN, Pahami Cara Hitung Pajak Masukan dan Keluaran
Adapun saat terutang Pajak Karbon ditentukan sebagai berikut:
Sementara itu, terkait perhitungan Pajak Karbon, tarif Pajak Karbon ditetapkan lebih tinggi atau sama dengan harga karbon di pasar karbon per kilogram karbon dioksida ekuivalen (COze) atau satuan yang setara.
Dalam hal harga karbon di pasar karbon lebih rendah dari Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (COze) atau satuan yang setara, tarif Pajak Karbon ditetapkan sebesar paling rendah Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (COze) atau satuan yang setara.
Baca juga: Bagaimana Proses Penyusunan RAPBN hingga Menjadi APBN?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.