JAKARTA, KOMPAS.com - Perekonomian Rusia dan Ukraina diprediksi tumbuh negatif hingga 'double digit' sepanjang tahun 2022 akibat perang yang telah berlangsung sejak akhir Februari kemarin.
Padahal, awalnya produk domestik bruto (PDB) kedua negara tersebut diproyeksi tumbuh positif pada tahun ini.
Dilansir dari Aljazeera, Minggu (3/4/2022), Bank Rekonstruksi dan Pembangunan Eropa (European Bank for Reconstruction and Development/EBRD) menyatakan, perekonomian Rusia akan terkontraksi sebesar 10 persen, sementara Ukraina mengalami kontraksi lebih dalam, yakni sebesar 20 persen hingga akhir tahun ini.
Baca juga: Putin: Beli Gas Rusia Harus Bayar Dalam Rubel Mulai 1 April 2022
Bank pembangunan investasi multilateral itu menyebutkan, perang telah mengakibatkan 'supply shock' terparah sejak tahun 1970-an. Hal ini kemudian berimbas kepada berbagai aspek perekonomian kedua negara.
Proyeksi ekonomi pertama EBRD sejak invasi Rusia pada 24 Februari itu dibuat dengan asumsi gencatan senjata akan terjadi dalam kurun waktu beberapa bulan ke depan. Kemudian, proyeksi itu juga telah mempertimbangkan upaya pemulihan masif dari perang, khususnya bagi Ukraina.
Baca juga: Krisis Pangan Global, Ancaman Lebih Besar dari Invasi Rusia ke Ukraina
Setelah upaya pemulihan dilakukan, PDB Ukraina diprediksi melesat hingga 23 persen pada tahun depan. Namun, hal berbeda justru akan dialami Rusia, akibat banyaknya sanksi internasional yang dijatuhkan kepada negara tersebut.
"Sanksi terhadap Rusia diperkirakan akan tetap ada di masa mendatang, akibatnya ekonomi Rusia akan mengalami stagnasi pada tahun 2023, dengan dampak negatif ke sejumlah negara tetangga di Eropa Timur, Kaukasus, dan Asia Tengah," tulis EBRD.
"Dengan banyaknya ketidakpastian, bank berencana untuk mengeluarkan proyeksi terbaru dalam beberapa bulan ke depan, dengan mempertimbangkan perkembangan ke depan," tambah bank investasi itu.
Baca juga: Sinyal Positif Pembicaraan Damai Rusia-Ukraina Bikin Harga Minyak Dunia Turun
Bukan hanya kedua negara tersebut, perang juga akan berdampak kepada negara tetangga yang memiliki ketergantungan terhadap pasokan dari Rusia dan Ukraina.
Chief Economist EBRD Beata Javorcik mengatakan, perekonomian global saat ini tengah menghadapi gangguan pasokan terparah sejak tahun 1970-an. Harga berbagai jenis komoditas telah melesat semenjak perang kedua negara pecah.
"Tekanan inflasi yang telah melesat, bahkan sebelum invasi terjadi, akan semakin tinggi lagi, yang kemudian berdampak kepada banyak negara berpendapatan menengah ke bawah," ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.