KATA–kata ini sangat sering kita dengar: “uang suami adalah uang istri, uang istri adalah uang istri”. Sebagian pembaca mungkin setuju, sebagian ada yang kontra, tetapi pernahkah kita mencoba merefleksikan objek kepemilikannya bukan saja uang tapi utang?
Sekarang asumsikan kewajiban suami adalah kewajiban istri apakah masih setuju?
Dalam kesempatan ini ini Sakinah Finance mencoba menjelaskan pernyataan tersebut dari sudut pandang pengeluaran rumah tangga dari kacamata perencanaan keuangan Islami.
Model pengeluaran rumah tangga dalam ilmu ekonomi terbagi menjadi dua yaitu model uniter dan model pengeluaran rumah tangga non uniter. Sederhananya, kedua model tersebut menjelaskan bagaimana karakteristik pengeluaran rumah tangga ketika seorang individu berkomitmen melalui pernikahan.
Model pengeluaran uniter menjelaskan perubahan pengeluaran individu yang mulanya terdiri dari preferensi, keterbatasan anggaran dan utilitas untuk masing-masing individu menjadi berubah dan relatih sama atau telah disesuaikan untuk bergabung.
Namun, teori tersebut dibantah karena tidak sesuai dengan konsep individualistik sehingga lahirlah model pengeluaran non uniter.
Model non uniter membantah penyesuaian ketika dua individu menjadi keluarga karena pada dasarnya masing-masing individu masih memiliki impian yang ingin dicapai, masih memiliki pengeluaran wajib dikeluarkan yang mungkin berbeda satu sama lain, masih memiliki preferensi yang berbeda hingga tingkat utilitas yang berbeda.
Berdasarkan penjelasan teori model pengeluaran rumah tangga tersebut, dapat memberikan penjelasan bagaimana karakteristik pengeluaran rumah tangga akan tetap berbeda antara istri dan suami atau bahkan setiap anggota keluarganya walaupun sudah tergabung dalam sebuah institusi kecil bernama keluarga.
Kembali lagi pada pernyataan yang sering kita dengar sebelumnya, kita tahu bagaimana model pengeluaran rumah tangga yang telah menjelaskan karakteristik pengeluaran laki-laki dan perempuan setelah menjadi keluarga. Kemudian akan timbul pertanyaan kalau antara harta istri dan suami tidak dipisah memang kenapa?
Mungkin terkesan sangat picik karena jadi sangat perhitungan dengan apa yang diperoleh oleh suami dan istri apalagi kalau hanya salah satu yang bekerja, tetapi jika dilihat lebih jauh terdapat konsekuensi ketika kurang memperhatikan pemisahan harta istri dan suami tersebut.
Secara Hukum Islam, pertanggungjawaban di dunia ini akan ditanggung oleh masing–masing individu, maka dari itu kepemilikan harta sangat perlu diperhatikan, apakah milik suami atau milik istri?
Al Quran menegaskan bahwa tidak ada seorangpun (dalam konteks ini baik suami atau istri) yang dapat membela ketika Hari Perhitungan datang dari perkara aqidah: “Dan takutlah kamu pada hari, (ketika) tidak seorang pun dapat membela orang lain sedikit pun. Sedangkan syafaat dan tebusan apa pun darinya tidak diterima dan mereka tidak akan ditolong” (QS Al Baqarah (2): 48 dan perkara lainnya: “maka manusia tidak lagi mempunyai suatu kekuatan dan tidak (pula) ada penolong” (QS At-Tariq (86): 10). Yaitu dari luar dirinya.
Dengan kata lain, tiada seorang pun yang dapat menyelamatkan dirinya dari azab Allah dan tiada pula seorang pun yang dapat menolong orang lain dari azab Allah.
Sebagai tambahan dalam perkara muamalah, dijelaskan dalam hadits tentang pertanggungjawaban harta: "Kedua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat sampai ditanya tentang umurnya untuk apa dia habiskan, tentang ilmunya untuk apa dia amalkan, tentang hartanya dari mana dia peroleh dan kemana dia infakkan dan tentang tubuhnya untuk apa dia gunakan” (Shahih Sunan Tirmidzi #2341, Kumpulan Hadits Tazkia).
Katakanlah kita mengajukan pembiayaan ke lembaga keuangan syariah ketika sudah memiliki pasangan biasanya akan diharuskan untuk memperoleh izin dari pasangan ketika akan mengajukan pembiayaan.