Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soroti Nasib Petani Tembakau, DPR: Mereka Diperas Keringat, Air Mata dan Tenaganya untuk Pertumbuhan Negara

Kompas.com - 04/04/2022, 21:10 WIB
Ade Miranti Karunia,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi IV DPR RI Luluk Nur Hamidah mendorong pemerintah menciptakan ekosistem industri hasil tembakau (IHT) yang berkeadilan bagi petani dan mata rantai yang menggantungkan nasibnya pada industri tersebut.

Hal ini penting karena sektor pertembakauan banyak mendapat tekanan dari organisasi anti tembakau, baik dari dalam maupun luar negeri.

Luluk mengungkapkan, para petani tembakau banyak yang belum mendapatkan manfaat dari dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) secara optimal. Padahal, petani tembakau seharusnya menjadi prioritas dalam imbal balik DBHCHT.

Baca juga: Sri Mulyani Revisi Alokasi DBH Cukai Tembakau 2022, Ini Rinciannya

 

Terlebih selama ini penerimaan CHT pemerintah terus meningkat.

Tahun lalu pemerintah berhasil menghimpun CHT senilai Rp 188,81 triliun. Sementara tahun ini, penerimaan CHT ditargetkan Rp 193 triliun.

"Jadi sistem yang diterapkan harus berkeadilan, dan mendukung kepentingan rakyat. Karena kebijakan apapun kalau tidak dapat dukungan dari masyarakat akan sangat berbahaya. Ini masukan yang saya sering sampaikan kepada pemerintah," ucapnya dalam keterangan tertulis, Senin (4/4/2022).

"Negara harus ingat terhadap mereka yang berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Mereka yang patut diingat ini bekerja keras, diperas keringatnya, air matanya, tenaganya, untuk pertumbuhan negara," sambungnya.

Apalagi IHT juga merupakan industri padat karya, terutama segmen sigaret kretek tangan (SKT) yang mayoritasnya merupakan buruh perempuan. Menciptakan ekosistem IHT yang berkeadilan sesuai Konstitusi akan turut mendukung pemberdayaan perempuan sekaligus mendorong industri padat karya sesuai dengan cita-cita besar bangsa.

Selain soal ekosistem berkeadilan di dalam negeri, Luluk juga mengimbau pemerintah agar dapat independen dalam menyusun kebijakan IHT. Ini terkait maraknya kampanye hitam terhadap IHT yang disokong oleh agenda internasional soal kesehatan.

Baca juga: Cukai Hasil Tembakau Naik, Masyarakat Justru Berburu Rokok Harga Murah

Menurutnya, kampanye hitam tersebut tak melulu menjunjung soal kesehatan, melainkan memiliki agenda ekonomi. Kampanye-kampanye hitam terhadap IHT nasional dinilai punya muatan ekonomi.

Tak hanya kepada pemerintah, Luluk juga mengimbau para perusahaan rokok mendorong terciptanya ekosistem IHT yang berkeadilan. Luluk berharap para pabrikan rokok besar turut membantu petani meningkatkan kualitas tembakau sehingga kualitas panen dapat optimal.

Dalam jangka panjang, ia juga turut mengusulkan didirikannya sekolah tinggi perkebunan tembakau agar dapat bersinergi sekaligus memperbarui teknologi pertanian tembakau agar mampu bersaing dengan perkembangan zaman.

"Ini harus dilawan, karena kita tahu cara pikir dan cara kerja di balik regulasi-regulasi yang tidak murni membawa alasan kesehatan. Ini tugas kita bersama agar tak semakin terpinggir oleh kepentingan apapun. Karena regulasi di Indonesia harus berdasarkan Konstitusi. Maka, kita utamakan dan jamin perlindungan terhadap petani tembakau, yang juga warga negara Indonesia, pastikan suaranya didengar. Hal tersebut adalah bagian kewajiban kita bernegara," paparnya.

Baca juga: Tembakau Dinilai Berkontribusi bagi Kemandirian Perempuan, Kok Bisa?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com