3. Pandemi Covid-19
Pandemi Covid-19 yang berlangsung sejak tahun 2020 membuat perencanaan proyek menjadi terhambat. Sebab, upaya penanganan Covid-19 tidak pernah dianggarkan sebelumnya.
Namun, agar proses pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung tetap dapat berlangsung, KCIC perlu mengadakan langkah pencegahan Covid-19 sesuai dengan ketentuan pemerintah, mulai dari proses karantina hingga tes Covid-19 rutin. Hal ini tentu menambah anggaran.
"Selain ketika pandemi, produktivitas SDM KCJB sempat berkurang karena adanya pengetatan-pengetatan aktivitas yang dilakukan. Hal ini tentu menjadi salah satu obstacle dan menjadi salah satu faktor penambahan biaya," ucapnya.
Baca juga: Disuntik APBN, Kereta Cepat Jakarta Bandung Diklaim Tetap B to B
4. Penggunaan frekuensi GSM-R
Selain itu, penggunaan frekuensi GSM-R untuk operasional kereta api di Indonesia ternyata membutuhkan biaya investasi. Biaya ini di luar anggaran awal.
Pasalnya, pada anggaran awal KCIC mengacu pada penggunaan frekuensi GSM-R di China di mana penggunaan frekuensi termasuk investasinya tidak perlu bayar. Sementara di Indonesia kebijakannya berbeda.
5. Instalasi listrik dan lain-lain
Selain itu, dia menyebutkan KCIC membutuhkan biaya investasi tambahan untuk instalasi listrik PLN.
"Masalah anggaran ini juga berasal dari pekerjaan variation order dan financing cost serta pekerjaan lainnya yang memang harus dilakukan untuk kebutuhan penyelesaian proyek KCJB," jelasnya.
Kendati demikian, hingga saat ini proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung masih terus berjalan. Bahkan prosesnya dipercepat agar dapat mengejar target uji coba dan target operasional yang sudah ditetapkan.
Baca juga: Siapa yang Akan Membayar Utang dari Kereta Cepat Jakarta-Bandung?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.