Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Punya BUMN Sawit, Kenapa Negara Tak Berdaya Kendalikan Harga Migor?

Kompas.com - Diperbarui 11/04/2022, 08:01 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Harga minyak goreng tengah melonjak yang dimulai sejak akhir tahun 2021. Para produsen kompak menaikkan harga dengan dalih menyesuaikan dengan harga minyak sawit (CPO) di pasar global.

Jika sebelumnya harga minyak goreng berada di kisaran Rp 12.000 per liternya pada tahun lalu, kini harganya sudah berada di kisaran Rp 24.000 per liter atau meroket dua kali lipatnya.

Lonjakan harga minyak goreng di Indonesia ini jadi ironi, mengingat pasokan minyak sawit di Indonesia selalu melimpah. Bahkan tercatat jadi negara penghasil CPO terbesar di dunia.

Negara sebenarnya memiliki BUMN yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit terintegrasi, yang berarti memiliki kebun kelapa sawit sendiri serta pabrik pengolahannya.

Namun mengapa pemerintah tak kuasa mengendalikan harga minyak goreng di pasaran lewat perusahaan negara?

Baca juga: 6 dari 10 Orang Terkaya RI adalah Konglomerat Sawit, Ini Daftarnya

Menteri BUMN Erick Thohir membeberkan, negara memang memiliki perkebunan kelapa sawit melalui BUMN PT Perkebunan Nusantara atau PTPN Group. Namun luas lahannya relatif masih kecil dibandingkan total kepemilikan perusahaan swasta.

Sejauh ini, perkebunan kelapa sawit memang banyak dikuasai pengusaha swasta besar. Bahkan, 6 dari 10 konglomerat terkaya di Indonesia adalah pengusaha kelapa sawit.

Satu orang konglomerat, bahkan memiliki perkebunan kelapa sawit hingga ratusan ribu hektare di atas lahan milik negara yang diberikan melalui skema Hak Guna Usaha (HGU).

Kata Erick Thohir, jumlah luasan perkebunan kelapa sawit yang dikuasai BUMN hanya mencakup sekitar 4 persen saja dari seluruh luas penanaman sawit di seluruh Indonesia.

Baca juga: Sejatinya, Kelapa Sawit Milik Para Konglomerat Ditanam di Tanah Negara

Bahkan apabila luasan perkebunan kelapa sawit milik BUMN digabung dengan seluruh kebun sawit milik petani kelapa sawit rakyat, totalnya masih kalah jauh dibandingkan milik para pengusaha swasta.

Hal inilah, kata Erick Thohir, yang membuat pemerintah tak bisa mengatrol harga minyak goreng melalui tangan BUMN.

"Lalu kita bersama menampung dari petani mungkin jadi 7 persen. Nah yang mayoritas itu dari swasta," ujar Erick dikutip pada Minggu (10/4/2022).

Menurut dia, BUMN sebenarnya sudah meningkatkan produksi minyak goreng dari pabrik kelapa sawitnya. Namun hal itu memerlukan waktu panjang.

Baca juga: Pengusaha Kelapa Sawit Protes Kebijakan Pembatasan Ekspor CPO

"Kalau BUMN saja yang hanya punya 4 persen melakukan perubahan seperempat dari produksinya. Yang tidak produksi minyak goreng tadinya kita. Kita lakukan sekarang seperempat dari produksinya untuk rakyat," tutur Erick.

Pemilik Grup Mahaka ini berujar, pengusaha swasta seharusnya bisa turut andil menekan harga minyak goreng karena mendapat untung besar dari sumber daya yang ditanam di tanah Indonesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com