Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

CIPS: Literasi Keuangan dan Fintech Perlu Jadi Prioritas Dewan Komisioner OJK Terpilih

Kompas.com - 10/04/2022, 12:02 WIB
Elsa Catriana,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi XI DPR resmi menetapkan Mahendra Siregar sebagai ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK) periode 2022-2027. 

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Thomas Dewaran menilai dengan terpilihnya Dewan Kepengurusan OJK tersebut perlu memprioritaskan peningkatan literasi keuangan kepada masyarakat.

Thomas mengatakan, penguasaan literasi keuangan yang memadai akan membantu masyarakat dalam memilih produk keuangan yang sesuai dengan kebutuhan dan perencanaannya.

Baca juga: DK OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen yang Baru Soroti Literasi Keuangan

“Peningkatan terhadap akses keuangan belum dibarengi dengan peningkatan pengetahuan masyarakat akan layanan keuangan yang diaksesnya,” ujarnya dalam siaran resminya dikutip Kompas.com, Minggu (10/4/2022).

Thomas menuturkan, tidak hanya literasi keuangan saja yang dibutuhkan masyarakat. Namun, masyarakat juga perlu mendapatkan edukasi mengenai literasi digital.

Apalagi, kata dia, pandemi Covid-19 mengakselerasi kegiatan masyarakat pada ranah digital, termasuk layanan dan transaksi keuangan. Adopsi layanan jasa dan produk keuangan melalui sarana digital harus dibarengi dengan peningkatan literasi keuangan masyarakat.

Di satu sisi digitalisasi jasa dan produk keuangan meningkatkan akses masyarakat Indonesia terhadap produk-produk keuangan sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

Akan tetapi di sisi lain, peningkatan terhadap akses keuangan belum dibarengi dengan peningkatan pengetahuan masyarakat akan layanan keuangan yang diaksesnya.

Thomas membeberkan, terdapat kesenjangan antara literasi keuangan dan inklusi keuangan, dan hal ini dapat dilihat dari survei terakhir yang dilakukan oleh OJK di tahun 2019.

Baca juga: Pahami Literasi Keuangan Digital, Milenial Wajib Simak 3 Hal Ini

Inklusi keuangan yang mencapai 76 persen tidak sebanding dengan literasi keuangan yang masih di angka 38 persen. Artinya, lanjut Thomas, masyarakat sudah banyak mengakses jasa dan produk keuangan tanpa adanya pemahaman yang mumpuni tentang jenis serta risiko dari masing-masing produk dan layanan keuangan.

“Ketidakpahaman ini berisiko meningkatkan insiden pengambilan keputusan keuangan yang buruk atau bahkan terjerat ke dalam produk-produk yang ilegal,” tandasnya.

Penelitian CIPS menunjukkan, produk keuangan yang semakin berkembang juga menjadi tantangan bagi konsumen. Produk keuangan seperti Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi atau (PAYDI) misalnya, kerap kali panen keluhan dari para penggunanya.

Data dari Sistem Aplikasi Pelaporan Edukasi dan Perlindungan Konsumen (SiPEDULI) menunjukkan bahwa jumlah keluhan terkait asuransi unit link meningkat dari 500 komplain pada tahun 2015 menjadi lebih dari 2.600 komplain pada tahun 2017.

Hal ini menjadi indikasi akan keterbatasan pemahaman di kalangan konsumen PAYDI terhadap produk yang diaksesnya. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 5/SEOJK.05/2022 yang baru diterbitkan diharapkan mampu memitigasi hal ini.

Thomas juga menilai OJK perlu mendukung perkembangan fintech tanpa menghilangkan ciri khasnya.

Apalagi Fintech banyak memberikan manfaat, khususnya di bidang peningkatan inklusi keuangan.

Langkah-langkah pembenahan seperti peningkatan modal fintech P2P lending, peningkatan kewajiban disbursement ke daerah non Jawa dan Sumatera, serta penyaluran terhadap usaha-usaha UMKM produktif perlu dilakukan tanpa mengganggu minat investor di sektor fintech, termasuk juga investor retail yang menjadi lender dalam layanan P2P lending.

Baca juga: Luhut: Literasi Keuangan RI Masih Rendah Dibandingkan dengan Negara Tetangga

“Kedepannya memang perlu dilihat apakah OJK akan mengatur fintech secara activity-based atau entity-based, atau kombinasi dari keduanya. Yang manapun itu, jangan sampai iklim yang mendukung inovasi yang selama ini sudah berjalan baik di sektor fintech menjadi terdisrupsi,” jelasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com