Namun TBA dan TBB maskapai itu saling berimpitan. Dari satu tarif per rute, maskapai full service tarifnya 100 persen (TBA) dan 35 persen (TBB), medium 90 persen-25 persen dan LCC 85 persen-20 persen.
Maskapai full service tentu lebih diuntungkan karena bisa menjual tarif sebesar 70 persen, padahal tarif sebesar itu seharusnya sudah masuk dalam ranah tarif medium dan LCC.
Jika full service menjual harga 70 persen tentu saja medium dan LCC akan menjual di bawahnya, karena jika tidak, penumpangnya akan beralih.
Dan yang paling terkena dampaknya adalah medium service karena kalah bersaing dengan pada layanan dengan full service dan pada harga rendah dengan LCC.
Selain itu, dalam hal pemberian frekuensi penerbangan, sebenarnya pemerintah telah memperhitungkan kemampuan pasar di tiap-tiap rute.
Namun pemerintah tidak mengatur maskapainya mana saja yang boleh terbang ke rute tersebut, seperti pada Keputusan Menteri Perhubungan no. KM 25 tahun 2008.
Alhasil dalam satu rute slot penerbangannya bisa saja dikuasai oleh satu group maskapai tertentu.
Bahkan dalam aturan terbaru, yaitu Peraturan Menteri Perhubungan no. PM 35 tahun 2021, aturan terkait kemampuan pasar juga dihapus, sehingga tiap-tiap maskapai bebas menambah frekuensi penerbangan tanpa mempertimbangkan tingkat keterisian pesawat rata-rata di rute tersebut.
Aturan baru ini tentu saja berpotensi melegalkan terjadinya monopoli oleh maskapai atau group maskapai, tidak saja di satu rute tapi di semua rute komersial.
Dalam kondisi yang seperti ini, iklim bisnis penerbangan di Indonesia memang bak rimba belantara.
Persaingan antargroup maskapai sangat tajam, baik dari sisi tarif dan penguasaan frekuensi penerbangan.
Hal inilah yang menyebabkan banyak maskapai berhenti beroperasi. Sebelum pandemi menyerang, hampir semua keuangan maskapai sudah memprihatinkan.
Bahkan Sriwijaya Group pada tahun 2018 secara terbuka pernah menyatakan kesulitan keuangan.
Lion dan Garuda group bisa bertahan dan berkembang di antaranya karena mempunyai modal dan jumlah armada yang besar.
Dengan demikian mereka bisa menawarkan harga tiket yang beragam dan mengembangkan jaringan penerbangannya.
Kita berharap Pelita Air Service bisa bertahan dan berkelanjutan menjalankan bisnisnya dan dapat memberikan pelayanan terbaik pada penumpang.
Sambil berharap pula pemerintah memperbaiki iklim bisnis di penerbangan nasional sehingga penumpang mendapatkan keselamatan, kemanan dan pelayanan serta konektivitas yang baik dalam penerbangan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.