Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indonesian Insight Kompas
Kelindan arsip, data, analisis, dan peristiwa

Arsip Kompas berkelindan dengan olah data, analisis, dan atau peristiwa kenyataan hari ini membangun sebuah cerita. Masa lalu dan masa kini tak pernah benar-benar terputus. Ikhtiar Kompas.com menyongsong masa depan berbekal catatan hingga hari ini, termasuk dari kekayaan Arsip Kompas.

Ericsson Tersandung Skandal ISIS setelah Kasus Suap di Indonesia dan 4 Negara Lain

Kompas.com - 14/04/2022, 19:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ERICSSON, perusahaan raksasa peranti telekomunikasi, kemungkinan harus membayar denda baru ke Kementerian Kehakiman Amerika Serikat. Kali ini untuk dugaan suap ke kelompok Negara Islam di Irak (ISIS).

CEO Ericsson, Borje Ekholm, mengakui dalam sebuah wawancara surat kabar pada Februari 2022 bahwa beberapa karyawan Ericsson kemungkinan telah menyuap anggota ISIS untuk dapat melewati daerah yang dikuasai kelompok tersebut di Irak.

Pengakuan itu dibuat sebelum publikasi laporan International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) yang mengungkapkan bahwa penyelidikan internal Ericsson dari 2019 tidak pernah dipublikasikan.

Penyelidikan internal telah mengidentifikasi kemungkinan korupsi antara 2011 dan 2019 dalam operasi perusahaan tersebut di Irak.

Dalam pernyataan pendapatan kuartalan perusahaan, Kamis (14/4/2022), Ekholm mengatakan bahwa Ericsson berkomitmen penuh untuk bekerja sama dengan Kementerian Kehakiman AS. 

"Penyelesaian masalah ini dapat mengakibatkan berbagai tindakan oleh Kementerian Kehakiman AS, dan mungkin termasuk pembayaran moneter tambahan, yang besarnya saat ini belum dapat dipastikan," kata Ekholm, seperti dikutip AFP.

Saham perusahaan berbasis di Swedia tersebut kehilangan hampir seperempat nilainya sejak Februari 2022. 

Sebelumnya, Ericsson telah setuju membayar denda satu miliar dollar AS kepada otoritas AS untuk menutup kasus korupsi di Djibouti, China, Vietnam, Indonesia, dan Kuwait pada 2019. Ini merupakan bagian dari perjanjian penangguhan penuntutan (deferred prosecution agreement atau DPA).

Dalam pernyataannya, Ekholm mengatakan perusahaannya ada di posisi terbatas untuk dapat mengatakan sesuatu terkait kasus di Irak ini. Namun, pada Maret 2022, dia telah menyebutkan tentang kasus sangat serius yang melibatkan perilaku memalukan dan tak dapat diterima di masa lalu.

Laporan pendapatan Ericsson untuk kuartal I/2022 mencatatkan laba bersih turun delapan persen menjadi 2,9 miliar kronor Swedia, setara dengan 307 juta dollar AS atau sekitar Rp 4,4 triliun menggunakan kurs pada Kamis.

Sebelumnya, Senin (11/4/2022), Ericsson mengumumkan bahwa mereka akan menyisihkan 900 juta kronor untuk menambal pukulan finansial akibat penangguhan kegiatannya di Rusia selepas invasi Rusia ke Ukraina.

Meski laba bersih perusahaan tercatat turun, penjualan Ericsson di kuartal I/2022 melebihi ekspektasi. Namun, laba operasional Ericsson senilai 4,7 miliar kronor juga lebih rendah dari perkiraan analis yang sebelumnya disurvei Bloomberg. 

Tidak cukup

Ericsson pada Rabu (2/3/2022) telah menyatakan bahwa pihak otoritas AS menyebut pengungkapan perusahaan tentang penyelidikan internal atas perilaku di Irak, termasuk dugaan suap kepada kelompok ISIS, tidak memadai. 

Seturut pernyataan tersebut, saham Ericsson langsung anjlok lebih dari 12 persen pada jeda perdagangan bursa Stockholm pada hari itu. Sebelumnya, valuasi Ericsson juga sudah terpukul oleh investigasi media yang tergabung dalam International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ).

Investigasi mendapati, Ericsson tidak pernah mempublikasikan hasil penyelidikan internal mereka pada 2019. Selain itu, investigasi memunculkan dugaan korupsi telah terjadi selama bertahun-tahun operasional Ericsson di Irak, termasuk relasi perusahaan dengan ISIS.

ICIJ mengungkap hasil investigasi pada Minggu (27/2/2022), tetapi Ericsson sudah lebih dulu merilis pernyataan yang mengantisipasi hal itu. 

Penyelidikan internal perusahaan diserahkan ke otoritas AS pada Februari 2022. Namun, Kementerian Kehakiman AS merespons pada Selasa (1/3/2022) dengan menyatakan laporan itu tidak cukup. 

Tak hanya itu, Kementerian Kehakiman AS pun menyebut Ericsson telah melanggar DPA karena tidak membuat pengungkapan lanjutan setelah kesepakatan itu dibuat. 

Kehilangan momentum pada pertengahan 2010, terutama karena kalah bersaing dengan Huawei dari China dalam perebutan posisi teratas global untuk penyedia peranti jaringan telekomunikasi, Ericsson meluncurkan rencana besar pada 2017 untuk pulih.

Bertarung dengan Huawei dan Nokia dari Finlandia, Ericsson sedang berupaya membangun jaringan 5G di seluruh dunia, menggunakan momentum ketegangan politik antara Amerika Serikat dan China atas teknologi tersebut. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com