Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyesuaian Harga BBM untuk Kurangi Beban Subsidi Harus Dikomunikasikan dengan Baik ke Masyarakat

Kompas.com - 16/04/2022, 09:36 WIB
Aprillia Ika

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com  – Penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri, termasuk BBM bersubsidi, dinilai sebagai pilihan tepat saat harga minyak dunia di atas 100 dollar AS per barrel.

Harga minyak dunia sendiri diproyeksi stabil di atas 100 dollar AS per barrel hingga akhir 2022. Sedangkan proyeksi ICP dalam APBN yang ditetapkan hanya 63 dollar per barrel. Perbedaan harga itulah yang kemudian disubsidi pemerintah. 

Maxensius Tri Sambodo, Peneliti Ahli Ekonomi Pusat Riset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan, jika harga BBM tidak disesuaikan maka beban subsidi yang ditanggung pemerintah akan semakin bengkak bahkan tidak bisa dikendalikan lagi seiring dengan kenaikan harga minyak global. 

Baca juga: Dirut Pertamina Proyeksikan Konsumsi Solar Bakal Melebihi Kuota

Berdasarkan Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), realisasi subsidi energi pada 2021 mencapai Rp131,5 triliun, naik 19 persen dari target 2021 yang ditetapkan Rp 110,5 triliun. Pemerintah menyebut kenaikan subsidi energi disebabkan pemerintah berupaya menjaga daya beli masyarakat dalam pemulihan ekonomi.

Tahun ini, subsidi energi ditargetkan naik menjadi Rp 134 triliun, terdiri atas subsidi BBM dan LPG Rp 77,5 triliun dan subsidi listrik Rp 56,5 triliun. 

Maxensius melanjutkan, konsumsi BBM bersubsidi dalam negeri menunjukkan tren peningkatan, seiring membaiknya perekonomian. Padahal di sisi lain produksi minyak tidak meningkat. Untuk mengisi kekurangan tersebut, kemudian BBM harus diimpor sehingga berdampak ke APBN. 

“Ini harusnya direm seperti dengan menaikkan pajak kendaraan dan menaikan harga BBM,” kata Maxensius dalam diskusi virtual dengan media, Kamis (14/4/2022) lalu. 

Baca juga: Solar Langka, Dirut Pertamina Duga Ada Penyelewangan Perusahaan Sawit dan Tambang

Maxensius mengungkapkan, subsidi energi, termasuk listrik, benefit-nya bisa meredam inflasi, kemiskinan, pengangguran. Namun besaran subsidi itu memang harus dipertimbangkan. "Kembali kepada setiap satu rupiah yang digunakan itu berimplikasi ke keadilan. Kita lihat enggak efek itu,” ungkap dia 

Ia menilai, kenaikan konsumsi BBM yang tidak diikuti dengan kebijakan penyesuaian harga energi disaat harga minyak tinggi membuat masyarakat terus berburu BBM yang murah. Tidak hanya di transportasi, di sektor industri juga ternyata banyak yang nakal dengan menyalahgunakan selisih harga BBM subsidi dan nonsubsidi.

Baca juga: Cegah BBM Subsidi Bocor, Menteri ESDM Ingatkan Sanksi Penjara 6 Tahun dan Denda Rp 60 Miliar

 

Komunikasikan dengan masyarakat

Maxensius menyarankan pemerintah untuk memberbaiki strategi komunikasi tentang harga minyak dan dampak yang ditimbulkannya, serta menyampaikannya dengan berbasis pada data.

Komunikasi diperlukan untuk memberikan informasi mengenai besarnya subsidi yang ditanggung pemerintah dan beban badan usaha akibat kenaikan harga minyak yang tidak diikuti penyesuaian harga BBM dan LPG.

“Komunikasi yang dibangun harus bisa menujukkan setiap rupiah konsekuensi dari kenaikan harga minyak. Mudah-mudahan melalui literasi yang baik, kita bisa mengubah perilaku masyarakat. Ini subsidi sayang uangnya,” kata Maxensius.

Menurut dia, sayang uang dihabiskan untuk memberikan subsidi energi, sedangkan Indonesia kehabisan uang untuk membangun energi baru terbarukan (EBT). “Kalau mau kompromi, naikkan saja harga BBM dan lainnya secara gradual. Ini juga untuk mengurangi beban pemerintah dan Pertamina,” ujarnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com