JAKARTA, KOMPAS.com - Saat ini banyak sekali modus penipuan yang berkedok investasi. Oknum-oknum penipu ini memanfaatkan semangat masyarakat Indonesia dalam berinvestasi, tetapi mudah tergiur dengan iming-iming keuntungan yang besar.
Akibatnya, tidak sedikit yang menjadi ceroboh dan tidak dapat mengendalikan diri untuk menyerahkan sejumlah uang mereka.
Salah satu investasi bodong yang sering memakan korban dengan nominal yang tinggi adalah investasi dengan skema ponzi.
Sama seperti modus investasi ilegal lainnya, skema ponzi juga memancing investor dengan janji return tinggi, yang cenderung tidak realistis. Berikut penjelasan mengenai apa itu skema ponzi.
Baca juga: Ada Money Game hingga Robot Trading, Ini 5 Tips Menghindari Jeratan Investasi Bodong
Pengertian Skema Ponzi
Dikutip dari laman ojk.go.id, skema ponzi adalah modus investasi palsu yang membayarkan keuntungan kepada investor dari uang mereka sendiri atau uang yang dibayarkan oleh investor berikutnya. Jadi, uang yang dibayarkan pada investor bukan berasal dari keuntungan bisnis individu atau organisasi yang menjalankan operasi ini.
Mudahnya adalah, uang yang didapat dari anggota baru, digunakan untuk membayar anggota sebelumnya. Siklus ini akan terjadi berulang-ulang, sampai membentuk piramida.
Skema ponzi ini berasal dari kasus penipuan yang didalangi oleh Charles Ponzi dari Italia pada tahun 1920-an. Ponzi menawarkan investasi dengan janji keuntungan 50 persen dalam waktu 45 hari. Setelah banyak orang bergabung, ternyata hanya sebagian kecil dari anggotanya yang mendapatkan return yang dijanjikan. Sebab, uang dari investor baru tidak cukup untuk membayar pada investor awal.
Akhirnya, semakin banyak orang yang curiga dan Charles Ponzi kemudian ditangkap dengan 86 dakwaan penipuan dan penggelapan.
Baca juga: Satgas Waspada Investasi Kembali Temukan 20 Entitas Investasi Ilegal, Ini Daftarnya
Skema ponzi ini juga banyak dilakukan oleh para oknum investasi ilegal di Indonesia. Beberapa kasus ponzi yang terkenal karena menjerat banyak korban di antaranya:
1. First Travel
Salah satu kasus penipuan yang heboh diberitakan dan menyita perhatian publik pada 2017 lalu adalah jasa travel haji dan umroh First travel. First Travel yang didirikan oleh pasangan suami istri Anniesa Hasibuan dan Andika Surachman ini, menawarkan iming-iming travel murah seharga Rp 14,3 juta saja. Harga ini tentu tidak wajar, mengingat standar perjalanan umroh minimal menghabiskan dana hingga Rp 22 juta.
Setelah diusut, ternyata First Travel menggunakan skema ponzi dalam menjalankan bisnisnya. Jadi, para calon jamaah yang terlebih dahulu mendaftar, baru bisa berangkat apabila ada uang pendaftar baru yang masuk. Inilah yang menyebabkan banyak jamaah yang tidak kunjung berangkat sesuai tanggal yang dijanjikan. Kerugian korban mencapai hampir Rp 1 triliun. Saat ini, Anniesa dan Andika sudah ditangkap dan mendekam di penjara.
2. Dream for Freedom (D4F)
Perusahaan ini menawarkan beberapa paket investasi dengan janji keuntungan yang besar dan dalam waktu singkat. Adapun paket investasi yang ditawarkan D4F adalah Paket Silver senilai Rp 1 juta, Gold Rp 5 juta, Platinum Rp 10 juta dan Titanium Rp 30 juta.
Atas investasinya, anggota D4F dijanjikan imbal hasil sebesar 1 persen per hari. Awalnya bisnis ini berhasil dijalankan. Namun, karena hanya gali lubang tutup lubang, untuk membayarkan kewajiban keuntungan 1 persen per hari, lama-lama pembayaran pun seret dan gagal bayar.
Akhirnya, pemilik D4F Fili Muttaqien dipenjara untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya: yakni gagal mengembalikan dana 700.000 orang investor.
Baca juga: Ini 6 Aplikasi Investasi Bodong yang Berasil Terungkap Sepanjang 2022
3. MeMiles
Kasus MeMiles mencuat pada Januari 2020 lalu. Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Kepolisian daerah Jawa Timur mengamankan barang bukti uang tunai lebih dari Rp 147 miliar dari Rp 761 miliar yang diburu, 28 unit kendaraan roda empat, dan 3 unit kendaraan roda dua.
Memiles mengklaim diri sebagai platform aplikasi yang bergerak di bidang Digital Advertising yang memadukan 3 jenis bisnis yakni advertising, marketplace, dan traveling. Cara kerja aplikasi ini adalah, member hanya perlu menginstal aplikasi dan melakukan register. Lalu, member akan disediakan pilihan untuk bergabung sebagai customer yakni orang yang pasang iklan dengan biaya Rp 300.000 atau sebagai calon marketing dengan biaya Rp 600.000.
Nantinya, setiap customer yang memasang iklan MeMiles dijanjikan bonus berupa jalan-jalan wisata domestik maupun internasional, serta reward menarik lain seperti mobil dan sepeda motor. Selain itu, apabila mengajak orang lain untuk bergabung akan diberikan komisi sebesar 30 persen. Sedangkan bagi mereka yang menjadi marketing, MeMiles menjanjikan gaji sebesar Rp 9 juta serta reward uang cash hingga Rp 20 miliar.
Berdasarkan data pada situs OJK, MeMiles termasuk ke dalam entitas investasi ilegal yang dihentikan satgas waspada investasi. Namun di persidangan, bos MeMiles tidak terbukti bersalah dan divonis bebas.
Baca juga: Total Kerugian akibat Investasi Bodong Capai Rp 117,5 Triliun, Bisakah Uangnya Kembali?
4. Sunmod Alkes
Kasus skema ponzi yang baru-baru saja ini terjadi adalah Sunmod Alkes di Surabaya pada 2021 lalu. Para oknum Sunmod Alkes mengiming-imingi korban untuk melakukan investasi dengan keuntungan 10 sampai 30 persen per bulan.
Mereka meyakinkan para korban dengan mengaku sudah memenangkan tender proyek terkait alat kesehatan dari pemerintah. Namun, saat tiba waktunya pengembalian dana sekaligus keuntungan, para pelaku ini malah menghilang tanpa penjelasan. Kerugian korban mencapai Rp 503 miliar.
Dalam penangkapannya, polisi mengamankan sejumlah barang bukti, yakni tiga mobil, 13 handphone, dua CPU, tiga laptop, lima PC desk, tiga jam tangan Rolex, enam perhiasan, 20 tas, empat sepatu, buku tabungan, kartu atm, print rekening koran, dan buku rekap sunmod alkes.
Selain itu, ada sejumlah barang bukti alat kesehatan yang turut disita, seperti 5.076 dus sarung tangan, 50 dus masker, 60 jerigen hand sanitizer, 19 tabung oksigen isi dua kubik, 30 tabung oksigen isi satu kubik, empat tabung oksigen isi enam kubik, 68 alat dorong tabung oksigen, dokumen penjualan alat kesehatan, serta uang tunai sebesar Rp 2,1 miliar.
Keinginan yang tinggi untuk berinvestasi, tentunya harus diimbangi dengan bekal literasi keuangan yang baik juga. Saat ini pengetahuan dan informasi tentang investasi dapat diakses dengan mudah. Apabila kamu menemukan kejanggalan dalam penawaran investasi, kamu bisa menghubungi OJK melalui telepon 157 atau email konsumen@ojk.go.id.
Baca juga: Kenali Ciri-ciri Investasi Bodong Berkedok Pialang Berjangka Komoditi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.