JAKARTA, KOMPAS.com - Harga minyak mentah dunia melanjutkan tren penguatan pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB). Hal ini dipicu terganggunya pasokan minyak dari Libya yang menambah kekhawatiran semakin ketatnya pasokan global di tengah konflik Rusia-Ukraina.
Mengutip CNBC, Selasa (19/4/2022), harga minyak mentah berjangka Brent naik 1,24 dollar AS ke level 112,94 dollar AS per barrel. Pada awal sesi perdagangan, bahkan sempat naik ke 113,80 per barrel, menjadi level tertinggi sejak 30 Maret 2022.
Begitu pula dengan harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 85 sen dollar AS ke level 107,80 dollar AS per barrel. Pada sesi perdagangan, sempat mencapai level 108,65 dollar AS per barrel, yang juga menjadi tertinggi sejak 30 Maret 2022.
Baca juga: Konflik Libya Dongkrak Harga Minyak Dunia
Sebanyak dua pelabuhan di Libya terpaksa berhenti memuat minyak setelah adanya unjuk rasa terhadap Perdana Menteri Abdul Hamid Dbeibah.
National Oil Corp Libya mengatakan, gelombang penutupan yang menyakitkan telah mulai menghantam fasilitasnya, serta menyatakan force majeure di ladang minyak Al-Sharara dan situs lainnya.
Kondisi yang terjadi di Libya semakin menambah tekanan pada pasokan minyak global, yang sudah mengetat akibat sanksi energi dari negara-negara Barat terhadap Rusia karena invasi yang dilakukan ke Ukraina.
Rusia merupakan pengekspor minyak mentah terbesar kedua di dunia dengan berkontribusi 7 persen dari total minyak global. Sanksi menggangu perdagangan minyak Rusia sekitar 4-5 juta barrel per hari di pasar global.
"Dengan pasokan global yang sekarang sangat ketat, bahkan gangguan yang paling kecil pun kemungkinan akan berdampak besar pada harga," kata Jeffrey Halley, Analis di Broker Oanda.
Baca juga: Harga Minyak Dunia Melonjak meski Stok Minyak AS Naik, Kenapa?
Kendati demikian, kenaikan harga minyak dunia menjadi terbatas karena adanya kekhawatiran terkait permintaan energi di China, yang ekonominya melambat pada Maret 2022. Data menunjukkan, penyulingan minyak China pada Maret 2022 lebih rendah 2 persen ketimbang periode sama di tahun lalu.
Kondisi itu salah satunya dipicu kebijakan lockdown yang dilakukan otoritas China pada sejumlah kota guna menekan lonjakan kasus Covid-19, sehingga pembatasan mengurangi permintaan minyak dari negara itu. Seperti diketahui, China merupakan negara importir minyak mentah terbesar di dunia.
Pembatasan di antaranya diterapkan di Shanghai, kota pusat bisnis dengan sekitar 26 juta penduduk dan menyumbang sekitar 4 persen dari konsumsi minyak China.
Saat ini memang sudah ada rencana untuk melonggarkan pembatasan di Shanghai, namun belum ada jadwal pasti kapan direalisasikan.
"Masih ada beberapa kebingungan tentang apakah mereka (China) membuka kembali ekonomi mereka, jadi kami mendapatkan sinyal beragam dari China dan itu telah membuat banyak volatilitas," ujar Analis Price Futures Group, Phil Flynn.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.