JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan, pendapatan negara mencapai Rp 510 triliun hingga Maret 2022. Pendapatan ini tumbuh 32,1 persen secara tahunan (year on year/yoy) dari Rp 379,4 triliun di periode yang sama tahun lalu.
Bendahara negara ini menjelaskan, porsinya sudah 37,7 persen dari target APBN Rp 1.846,1 triliun. Pendapatan ini pun lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya, yang baru mencapai Rp 302,4 triliun.
"Pendapatan negara kita mencapai Rp 510 triliun, naik 32 persen dibandingkan tahun lalu yang hanya Rp 379 triliun. Growth bulan Februari sekitar 37 persen, sekarang jadi 32,1 persen. Agak sedikit melemah tapi masih cukup tinggi," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KITa, Rabu (20/4/2022).
Baca juga: Sri Mulyani Patok Pendapatan Negara Tahun Depan Rp 2.382,6 Triliun
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menjelaskan, penerimaan negara ditopang oleh komponen penerimaan perpajakan, yakni pajak dan kepabeanan dan cukai, serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Penerimaan perpajakan sudah mencapai Rp 401,8 triliun dari target APBN yang sebesar Rp 1.510 triliun. Penerimaan perpajakan ini tumbuh 38,4 persen, lebih tinggi dibanding Maret tahun lalu yang sebesar Rp 290,4 triliun.
Secara rinci, penerimaan pajak mencapai Rp 322,46 triliun atau tumbuh 41,36 persen (yoy) dari target APBN Rp 1.265 triliun. Penerimaan ini ditopang oleh PPh non migas sebesar Rp 172,09 triliun, PPN & PPnBM Rp 130,15 triliun, dan PPh migas Rp 17,94 triliun.
"Kita lihat pemulihan ekonomi terakselerasi, tapi di sisi lain pertumbuhan (pajak yang) tinggi ini karena tahun lalu sampai Maret basis penerimaan pajak kita masih rendah. Kita (tahun lalu) masih beri fasilitas bagi dunia usaha yang tertekan Covid-19," beber dia.
Adapun kepabeanan dan cukai mencapai Rp 79,3 triliun atau tumbuh 27,3 persen dari target APBN Rp 245 triliun. Bea masuk tercatat tumbuh 39,2 persen, cukai tumbuh 15,6 persen, dan bea keluar tumbuh Rp 132,2 persen.
Baca juga: Ekonom: Pendapatan Negara Naik 37,7 Persen, Sebuah Prestasi Besar...
Wanita yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Ahli Ekonomi Indonesia (IAEI) ini merinci, bea masuk mencapai Rp 11,30 triliun, dipengaruhi peningkatan impor nasional yang tumbuh 30,97 persen.
Sementara itu, bea keluar mencapai Rp 10,70 triliun atau tumbuh 132,22 persen, menjadi yang tertinggi sejak pra-pandemi. Kinerja penerimaan bea masuk ini masih didominasi oleh komoditas turunan CPO dan tembaga.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.