KOMPAS.com – Pemenuhan hak dan pemberian kesempatan yang setara bagi karyawan perempuan bukan hanya bentuk pelaksanaan hak asasi, tetapi juga merupakan salah satu kunci keberlangsungan bisnis sebuah perusahaan.
Di dalam sebuah perusahaan, misalnya, pengarusutamaan kesetaraan gender berkorelasi terhadap kemajuan usaha secara keseluruhan. Hal ini terungkap dalam studi bertajuk Women in Business and Management (WIBM): The Business Case for Change yang dirilis International Labor Organization (ILO) pada Juni 2020.
Hasil studi tersebut menunjukkan, sebanyak 66 persen perusahaan melaporkan kenaikan profitabilitas, produktivitas, dan kreativitas inovasi, serta keterbukaan yang lebih baik. Kemudian, sebanyak 61 persen perusahaan mendapati karyawannya mengalami peningkatan kemampuan untuk menarik dan mempertahankan bakat.
Tak berhenti sampai di situ, sebanyak 53 persen perusahaan mengaku mengalami peningkatan reputasi dan 46 persen menjadi lebih mampu dalam memenuhi kebutuhan pelangga lewat pengimplementasian keragaman gender.
Adapun studi itu melibatkan 12.940 perusahaan di 70 negara, termasuk Indonesia yang diikuti oleh 416 perusahaan.
Dalam merespons fakta tersebut, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengatakan, sudah seharusnya segala sektor industri maupun perusahaan di Indonesia mengedepankan prinsip kesejahteraan pengarusutamaan gender.
Dampak positif dari pengaplikasian kesetaraan gender pun dirasakan oleh Head of Wealth Management Business Bank BTPN, Helena. Bahkan, Ia mengungkapkan, penerapan kesetaraan gender tidak hanya berdampak pada kesuksesan perusahaan, tapi juga dirinya.
Dampak itu, kata Helena, berupa kepercayaan diri dalam mengemban tugas ataupun posisi penting dalam perusahaan. Sebagai contoh, Ia dipercaya membangun sekaligus mengepalai divisi Retail Funding Business pada 2008, yang waktu itu bernama BTPN Sinaya dan kemudian berganti nama jadi Sinaya Prioritas pada 2020.
Kesempatan tersebut secara tidak langsung mendobrak stigma yang mengakar selama ini bahwa kepemimpinan hanya bisa dijalankan oleh laki-laki.
Jika merujuk studi ILO, keterwakilan perempuan dalam posisi strategis masih kurang sekalipun jumlah perempuan mumpuni semakin banyak. Di Indonesia, kondisi ini tak terlepas dari pengaruh budaya patriarki dan tatanan hierarki yang menganggap laki-laki lebih kompeten dibandingkan perempuan.
“Ada banyak aspek yang diperlukan untuk menjadi pemimpin di industri perbankan. Beberapa di antaranya adalah kejelasan visi, keberanian, integritas tinggi, dan kemampuan memotivasi tim. Hal tersebut tidak ditentukan oleh gender, tetapi individu,“ tutur Helena.
Salah satu bentuk implementasi kesetaraan gender di Bank BTPN terlihat dengan cukup banyaknya posisi-posisi manajerial dan eksekutif yang diisi oleh pemimpin perempuan.
Menurut Helena, pengambilan keputusan, pengupahan, dan pemenuhan hak juga turut melibatkan sekaligus memperhatikan kebutuhan pekerja perempuan. Dengan perlakuan seperti itu, mereka dapat tumbuh dan berdaya secara optimal, baik dalam keprofesian maupun di keluarga atau komunitasnya.
“Tidak ada perbedaan upah antara pekerja perempuan dan laki-laki. Hak ketenagakerjaan perempuan juga dipenuhi, seperti cuti melahirkan, keguguruan, serta menstruasi. Perusahaan pun melindungi pekerja perempuan dari segala bentuk kekerasan di tempat kerja,” jelas Helena.
Head of Human Resources Bank BTPN Mira Fitria membeberkan, jumlah pekerja perempuan di Bank BTPN mencapai 42 persen dari total staf per Maret 2022. Sebanyak 40 persen di antaranya menempati posisi senior management dan 30 persen menjabat sebagai anggota direksi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya