Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Sudarsono
Guru Besar Universitas Indonesia

Prof Dr Sudarsono, Koordinator riset klaster “economy, organization and society” FISIP UI.

Arena Pasar Jamu dan Transformasi Kemenkes

Kompas.com - 23/04/2022, 15:26 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MEMPERHATIKAN Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 5 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Kemenkes), terdapat kesan bahwa pemerintah, dalam hal ini Kemenkes, sedang menjauh, bahkan meninggalkan arena pasar jamu. Berbeda dengan masa sebelumnya, ketika kehadiran Kemenkes di arena kesehatan tradisional (kestrad) ditandai dengan adanya Direktorat Pelayanan Kesehatan Tradisional.  Mulai tahun ini kehadiran itu hanya dilakukan melalui Direktorat Tata Kelola Kesehatan Masyarakat.

Perkembangan ini tampaknya menjadi penegasan bahwa memang terdapat perbedaan cakrawala pemaknaan (horizons of meaning) ikhwal paradigma kesehatan dan pengobatan, serta peranan jamu.

Baca juga: 8 Jenis Jamu Gendong dan Manfaatnya untuk Kesehatan, Apa Saja?

 

Pertama, ada pandangan bahwa kesehatan dan pengobatan adalah sama dengan, serta hanya satu-satunya yaitu kesehatan dan pengobatan berbasis kedokteran barat (western medicine). Bagi pandangan ini, jamu bukan hanya tidak penting, tetapi justru dianggap kontraproduktif bagi pencapaian derajat kesehatan dan tujuan pengobatan itu sendiri.

Kedua, pandangan lain berpendapat bahwa ada peluang kombinasi yang saling melengkapi, bahkan adanya alternatif antara kesehatan dan pengobatan berbasis kedokteran barat, dengan kesehatan dan pengobatan berbasis herbal, jamu atau kestrad lainnya. Posisi jamu berada di dalam kelompok paradigma yang kedua ini.

Potensi bisnis jamu

Terlepas makin berkurangnya kehadiran Kemenkes, arena pasar jamu, tetap berkembang sangat dinamis, dengan volume bisnis yang terus meningkat. Gabungan Pengusaha Jamu memproyeksikan pertumbuhan bisnis jamu dalam kurun waktu 2017-2022 sebesar 9,8 persen per tahun.

Sementara itu, Kementerian Perindustrian mencatat nilai penjualan jamu tahun 2020 di pasar domestik mencapai tidak kurang Rp 20 triliun, dan di pasar ekspor mencapai Rp 16 triliun. Ringkasnya, potensi bisnis jamu cukup besar, dan masih akan terus berkembang.

Baca juga: Populer Sejak Zaman Majapahit, Jamu Diajukan Sebagai Warisan Budaya Tak Benda ke UNESCO

Salah satu temuan riset sosiologi ekonomi jamu yang cukup menarik dilaporkan oleh Nurmajesty et al (2022). Riset digital, dalam kerangka the social order of markets (Beckert, 2009) itu, fokus pada valuasi produk jamu dalam pengertian yang luas dan umum.

Dengan berpedoman pada empat kriteria valuasi, yakni standardization, cognitive anchoring, normative legitimation, dan social positioning, disimpulkan bahwa dalam cakrawala pemaknaan konsumen, nilai simbolik jamu lebih dominan dibanding nilai material jamu.

Artinya, persoalan kualitas material dan kemanjuran jamu untuk kesehatan, walaupun penting, bukanlah satu-satunya faktor pertimbangan konsumen dalam mengonsumsi jamu.

Memang, riset itu tidak merinci dan membagi kelompok jamu yang sudah diatur oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), yakni jamu, obat herbal terstandar (OHT), dan fitofarmaka. Riset ini juga tidak secara spesifik meneliti kelompok sebelas ramuan jamu, hasil saintifikasi yang dilakukan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT), Kemenkes, yang berpusat di Tawangmangu, Jawa Tengah.

Produksi jamu tradisional Dusun Gesikan, Desa Merdikorejo, Kecamatan Tempel. (Fofo dokumentasi Paguyuban Jamu Gendong Bima Sejahtera Gesikan, Desa Merdikorejo, Kecamatan Tempel Kabupaten Sleman).KOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA Produksi jamu tradisional Dusun Gesikan, Desa Merdikorejo, Kecamatan Tempel. (Fofo dokumentasi Paguyuban Jamu Gendong Bima Sejahtera Gesikan, Desa Merdikorejo, Kecamatan Tempel Kabupaten Sleman).
Arena pasar digital

Selain riset oleh Nurmajesty et al (2022), saat ini sedang berlangsung setidaknya tiga tema riset sosiologi pasar jamu, yang dilakukan oleh Riset Klaster 02 Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI). Pertama, arena pasar jamu berkembang cukup luas dan variatif akhir-akhir ini, termasuk pada ruang digital.

Kedua, ditemukan beberapa fenomena baru arena pasar digital jamu yang unik, yang dipicu antara lain oleh perkembangan media digital, terlebih lagi pada masa pandemi Covid-19. Ketiga, dinamika arena pasar digital jamu itu banyak yang berlangsung dengan keterlibatan pemerintah yang sangat minimal, bahkan ada yang terlepas sama sekali dari jangkauan pemerintah.

Evidence based jamu medicine

Serangkaian riset di atas memberikan informasi penting bagi produsen dan pemasok dalam pengembangan strategi bisnis di arena pasar jamu. Tetapi, hal ini juga sekaligus merupakan peringatan (warning), yakni bagaimana menjamin keselamatan dan keamanan medis (medical safety) bagi konsumen jamu?

Di samping itu, secara sosiologis, juga muncul soal konstruksi keterlekatan moral (moral embeddedness) pada arena pasar jamu. Dapat dikatakan bahwa arena pasar jamu mengandung unsur moral ekonomi “pertukaran dibatasi” (blocked exchange), seperti yang dimaksud oleh Beckert (2005).

Baca juga: 3 Herbal Ini Bantu Tingkatkan Imunitas saat Berpuasa Menurut Pakar Jamu Indonesia

Pertama, soal kehalalan produk. Hal ini memang sudah diatur dalam UU 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com