Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Skandal Korupsi di Garuda dari Masa ke Masa

Kompas.com - 24/04/2022, 06:07 WIB
Muhammad Idris

Penulis

Mark-up pesawat

Kantor Menteri Negara Pendayagunaan BUMN menyebutkan, proyek lain adalah pembelian (sewa operasi) pesawat MD-11 yang pengadaannya melibatkan Bimantara-nya Bambang Trihatmodjo.

Menurut catatan Kompas, harga sewa pesawat badan lebar buatan McDonnell Douglas (kemudian merger dengan Boeing) ini cukup tinggi, 1,1 juta dollar AS/pesawat/bulan atau 6,6 juta dollar AS per bulan untuk keenam MD-11 yang dioperasikan Garuda.

Sementara harga sewa pesawat tersebut sebenarnya bisa diperoleh lebih murah, sekitar 600.000 - 700.000 dollar AS per pesawat.

"Jadi ada mark-up dalam pengadaan armada MD-11 Garuda Indonesia," ungkap sumber Kompas.

Baca juga: Jokowi Larang Ekspor Minyak Goreng, Ekonom: Ini Akan Menguntungkan Malaysia

Dengan harga sewa tersebut dan dihantam krisis moneter/ ekonomi, sewa-operasinya dirasa sangat memberatkan keuangan Garuda.

Direksi Garuda, sebelum Robby Djohan ditunjuk, tampaknya agak ragu mengambil keputusan untuk mengembalikan MD-11 kepada lessor-nya.

Saat Dirut Garuda dijabat Soepandi, memang menyebutkan akan mengembalikan pesawat trijet MD-11 tersebut kepada Boeing.

Namun, pelaksanaannya baru dilakukan bulan Juli berikutnya oleh direksi di bawah Robby Djohan yang ingin secepatnya menekan angka kerugian.

Disebut pula oleh kantor Menneg Pendayagunaan BUMN tentang pembatalan kontrak kargo di Australia dan Amerika.

Kemudian penghentian keagenan untuk perawatan mesin dan modul mesin pesawat dan pembatalan pembelian pesawat Fokker F-100 dan peninjauan kembali kontrak keagenan di Jepang.

Baca juga: KAI Ajak Masyarakat Mudik Naik Kereta Api Lebih Awal, Ini Alasannya

Menurut catatan Kompas, kontrak kargo dan keagenan di Jepang melibatkan grup Bimantara.

Selain yang disebut Kantor Tanri Abeng, Kompas juga mencatat bahwa ada unsur mark-up dan KKN dalam pengadaan simulator Boeing 737-300/400 Garuda Indonesia.

Dari pengusutan Itjen Departemen Perhubungan, diketahui ada selisih sebesar 12,2 juta dollar AS untuk pengadaan simulator tersebut. Harga disebut 64,1 juta dollar, padahal simulator yang sama bisa dibeli sekitar 51,9 juta dollar AS.

Cucu Soeharto pun ikut

Masih di sekitar Garuda tapi tidak disebut kantor Menneg Pendayagunaan BUMN, yakni perusahaan yang disebut-sebut milik Ary Sigit, putra Sigit Harjojudanto atau cucu mantan Presiden Soeharto.

PT Autotrans Indonesia yang bergerak dalam bidang ground handling di Bandara Ngurah Rai, Bali. Perusahaan ini, menurut karyawan Garuda, dituding mendapat kontrak secara tidak wajar.

Tawaran kontrak perusahaan ini sempat ditolak karena terlalu mahal. Tetapi, sebelum putusan final diambil, Garuda mendapat telepon dari seorang petinggi negara yang menyebutkan agar menerima tawaran Autotrans.

Baca juga: Mengenal Riba Fadhl: Pengertian, Contoh, dan Hukum Larangannya

Menurut catatan, Hutomo Mandala Putra yang akrab dipanggil dengan Tommy dengan PT Artasaka Nusaphala-nya juga ikut "bermain" di Garuda Indonesia, yakni saat BUMN ini akan menyewakan sejumlah Fokker F-28 kepada anak perusahaannya Merpati Nusantara.

Entah bagaimana, akhirnya pesawat dijual kepada Artasaka Nusaphala yang kemudian menawarkan pesawat tersebut kepada Merpati, tetapi ditolak oleh Dirut Ridwan Fataruddin dengan alasan harga sewa terlalu mahal.

Kemudian, Artasaka Nusaphala mencoba masuk Merpati dengan menawarkan pesawat CN-235 buatan IPTN. Itu pun ditolak Ridwan Fataruddin karena dinilai harga sewa 110.000 dollar AS per bulan terlalu mahal.

Kesanggupan Merpati saat itu, menurut Ridwan, hanya 60.000 dollar AS atau maksimum 70.000 dollar AS per bulan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com