Jika wakif wakaf, harta yang diwakafkan tersebut tidak dapat diwarisi oleh warisnya. Wakif menyalurkan menfaat harta yang diwakafkannnya kepada mauquf’alaih (yang diberi wakaf) sebagai sedekah yang mengikat, dimana wakif tidak dapat melarang penyaluran sumbangannya tersebut.
Apabila wakif melarangnya, maka Qadli berhak memaksa agar memberikannya kepada mauquf’alaih. Karena itu mazhab Syafi’i mendefinisikan wakaf adalah tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus sebagai milik Allah SWT, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu kebajikan (sosial).
Mazhab Lain sama dengan mazhab ketiga, namun berbeda dari segi kepemilikan atas benda yang diwakafkan yaitu menjadi milik mauquf’alaih (yang diberi wakaf), meskipun mauquf’alaih tidak berhak melakukan suatu tindakan atas benda wakaf tersebut, baik menjual atau menghibahkannya.
Baca juga: Mengenal Riba Nasiah: Pengertian, Contoh, dan Hukum Larangannya
Di dalam aturan hukum Indonesia, tanah wakaf maupun harta wakaf lainnya sudah diatur dalam UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Regulasi lain terkait tanah wakaf adalah Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.
Dalam UU Nomor 41 Tahun 2004, wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Wakif adalah sebutan untuk pihak yang mewakafkan harta benda miliknya. Sementara nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
Harta benda yang diserahkan wakif ke nazhir harus berdasarkan akad yang dikenal dengan ikrar wakaf yang artinya pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan atau tulisan kepada nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya.
Akad ini kemudian dituangkan dalam perjanjian hitam di atas putih di depan dua orang saksi dan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), yakni pejabat berwenang yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia untuk membuat akta ikrar wakaf.
Setelah seorang wakif menyerahkan hartanya untuk diwakafkan lewat ikrar, maka secara hukum wakaf yang telah diikrarkan tidak dapat dibatalkan.
Baca juga: Apa Itu Riba: Pengertian, Jenis, Contoh, dan Hukumnya dalam Islam
Dalam aturan wakaf, harga benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama atau manfaat jangka panjang, serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh wakif.
Dalam Pasal 11 UU Nomor 41 Tahun 2004, harta wakaf adalah kemudian dikelola oleh nazhir antara lain melakukan pengelolaan administrasi benda wakaf, mengembangkan, mengawasi, dan melindungi harta wakaf.
"Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Nazhir dapat menerima imbalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang besarnya tidak melebihi 10 persen," bunyi Pasal 12.
Hak nazhir bisa dicabut apabila memenuhi salah satu kriteria antara lain meninggal dunia, dibubarkan (apabila nazhir berbentuk organisasi/badan), permintaan nazhir sendiri, tidak melaksakan tugas sebagai nazhir, dan nazhir dihukum pidana.
Harta wakaf sendiri terbagi menjadi dua, yakni harta tak bergerak dan harta bergerak. Harta tak bergerak berupa tanah dan bangunan.
Sementara harta bergerak sebagaimana diatur UU Nomor 41 Tahun 2004 antara lain berupa uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan intelektual, hak sewa, dan harta bergerak lainnya sesuai ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Baca juga: Sering Dianggap Mata Uang Islam, dari Mana Asal Dinar dan Dirham?