Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gagal Bayar Utang, Sri Lanka Minta Bantuan Darurat dari IMF

Kompas.com - 24/04/2022, 11:18 WIB
Fika Nurul Ulya,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sri Lanka meminta bantuan keuangan darurat atau keuangan cepat dari lembaga internasional, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF). Permintaan itu menyusul Sri Lanka yang gagal bayar utang luar negeri.

Dikutip dari Nikkei Asia, Minggu (24/4/2022), permintaan tersebut disampaikan dalam pertemuan di Washington DC, AS, di sela-sela pertemuan IMF dan Bank Dunia (World Bank).

Dalam pertemuan, delegasi Sri Lanka yang dipimpin oleh Menteri Keuangan Sri Lanka, Ali Sabry, sudah memulai pembicaraan formal dengan IMF pada hari Senin untuk membahas sebuah program yang bisa membantu negaranya.

Baca juga: Sri Mulyani Pastikan Nasib RI Tak Seperti Sri Lanka, Sebut Penarikan Utang Susut 55,6 Persen

Program tersebut diharapkan bisa membantu menambah cadangan devisa pemerintah dan menjembatani penarikan utang untuk membayar komoditas impor yang penting, yakni bahan bakar, makanan, dan obat-obatan.

Ajudan menteri keuangan Sri Lanka, Shamir Zavahir menuturkan, IMF tengah mempertimbangkan permintaan Sri Lanka setelah awalnya tak mau.

"Menlu membuat permintaan ada Instrumen Pembiayaan Cepat (RFI) untuk mengurangi masalah rantai pasokan saat ini. Namun pada awalnya IMF berpandangan bahwa itu tidak memenuhi kriteria mereka," kata ajudan Sabry Shamir Zavahir.

"Namun, India kemudian membuat representasi pada RFI untuk [Sri Lanka] juga dan IMF dapat mempertimbangkan permintaan ini karena keadaan yang unik," tambah Shamir.

Sebagai informasi, Sri Lanka mencari 3 miliar dollar AS dalam beberapa bulan mendatang dari berbagai sumber, termasuk IMF, Bank Dunia, dan India untuk mencegah krisis.

Adapun saat ini, protes telah meletus di negara kepulauan itu. Potensi di ibukota komersial Kolombo juga sudah berlangsung sepekan terakhir, menuntut penggulingan Presiden Gotabaya Rajapaksa.

Protes berlangsung ketika Sri Lanka memerangi krisis keuangan akibat Covid-19, keuangan pemerintah yang salah kelola, dan kenaikan harga bahan bakar yang melemahkan cadangan devisa.

Sebelumnya diberitakan, pemerintah Sri Lanka mengumumkan bakal gagal bayar utang luar negeri 51 miliar dollar AS atau jika dirupiahkan setara dengan Rp 732 triliun (kurs Rp 14.371).

Gagal bayar mereka umumkan sebagai langkah terakhir setelah Sri Lanka kehabisan devisa untuk mengimpor barang pokok yang dibutuhkan masyarakat.

Baca juga: Utang Luar Negeri Indonesia Kembali Turun, Ini Jumlahnya Per Februari 2022

Dikutip dari BBC, pengumuman kegagalan membayar utang alias default ini diakibatkan krisis ekonomi terburuk dalam 70 tahun terakhir. Para pejabat Sri Lanka menyebutkan, pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina membuat negara itu semakin sempoyongan.

Negara Asia Selatan ini telah lama dilanda protes massal karena rakyatnya menderita kekurangan pangan, melonjaknya harga, dan pemadaman listrik. Negara itu kini tengah bernegosiasi dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk program pinjaman baru agar negara itu bisa keluar dari krisis.

Pemerintah Sri Lanka mengeklaim, sejak merdeka dari Inggris tahun 1948, negara itu tak pernah sekali pun gagal membayar utang. Namun, sederet krisis beberapa tahun terakhir membuat pemerintah akhirnya menyatakan tak sanggup lagi membayar utangnya.

Baca juga: Apa yang Harus Dilakukan Indonesia agar Tidak Bangkrut seperti Sri Lanka?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com