Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Pencabutan IUP, Bahlil: Tak Pandang Bulu, Punya Temen Aja Gue Cabut!

Kompas.com - 25/04/2022, 20:45 WIB
Yohana Artha Uly,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, pihaknya tidak pandang bulu dalam mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP). Bahkan, ia mengaku, mencabut IUP perusahaan temannya maupun mantan perusahaannya.

Hingga per 24 April 2022, Kementerian Investasi sudah mencabut 1.118 Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan total luas areal sebesar 2.707.443 hektar. Jumlah itu setara 53,8 persen dari target rekomendasi IUP yang akan dicabut yaitu sebanyak 2.078 IUP.

"Kami lakukan proses pencabutan ini tidak pandang bulu, ada teman-teman saya, bahkan ada sebagian yang di grup mantan perusahaan saya. Itu dicabut juga," kata Bahlil dalam konferensi pers, Senin (25/4/2022).

Baca juga: BKPM Cabut 1.118 Izin Usaha Pertambangan

Menurutnya, ini menunjukkan bahwa pencabutan IUP dilakukan secara adil tanpa ada kepentingan tertentu. Bahlil mengaku, dirinya memutuskan pencabutan IUP tanpa memeriksa nama perusahaan, melainkan hanya melihat berdasarkan diktum dari surat terkait pencabutan IUP dan menandatanganinya.

"Jujur saja, saya tidak membaca nama perusahaan karena tidak mau ada conflict of interest. Saya berani jamin bahwa ini adalah sebuah tindakan yang perlakuannya sama kepada siapa pun," ucap dia.

"(IUP) punya teman aja gue cabut kalau salah, apalagi yang lain. Jadi ini tidak ada perlakuan istimewa kepada siapa pun," tambah Mantan Ketua Umum Hipmi itu.

Baca juga: Bahlil: Investasi di IKN Insya Allah Berjalan dengan Mementingkan Kewibawaan Negara...

Secara rinci, dari 1.118 IUP yang telah dicabut tersebut terdiri dari pertambangan Nikel sebanyak 102 IUP dengan luas area 161.254 hektar. Lalu batu bara sebanyak 271 IUP dengan luas area 914.136 hektar dan tembaga sebanyak 14 IUP dengan luas area 51.563 hektar.

Kemudian ada pertambangan bauksit sebanyak 50 IUP dengan luas area 311.294 hektar, timah sebanyak 237 IUP dengan luas area 374.031 hektar, dan emas sebanyak 59 IUP dengan luas area 529.869 hektar. Serta mineral lainnya sebanyak 385 IUP dengan luas area 365.296 hektar.

Ia menjelaskan, berdasarkan hasil evaluasi pemerintah, kriteria pencabutan IUP terdiri dari perusahaannya dinyatakan pailit, masa berlaku izin sudah habis, atau sudah memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) namun tidak mengajukan Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) hingga Juni 2021.

Selain itu, kriteria perusahaan yang IUP-nya dicabut yaitu izin sudah lengkap namun tidak berkegiatan di lapangan/tidak direalisasikan, pemilik IUP tidak jelas, atau izin yang diberikan hanya digunakan sebagai jaminan di bank dan tidak direalisasikan.

"Jadi contohnya ada yang IUP-nya dipakai buat digadaikan di bank, ini enggak boleh, atau IUP diambil abis itu diperjualbelikan, atau IUP diambil cuma ditaruh di pasar keuangan tanpa mengimplementasikan di lapangan, atau IUP dipegang hanya untuk ditahan sampai sekian puluh tahun kemudian baru akan dikelola," jelas Bahlil.

Baca juga: Bahlil Ungkap Penyebab Indonesia Sulit Capai Target Realisasi Investasi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com