Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Pelaku Usaha Beli TBS Kelapa Sawit di Bawah Harga Standar, Petani Tandan Merugi

Kompas.com - 27/04/2022, 16:16 WIB
Ade Miranti Karunia,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo telah mengambil kebijakan untuk melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng per 28 April 2022 sampai dengan batas waktu yang akan ditentukan kemudian. Kebijakan yang diambil pemerintah tersebut berdampak pada turunnya harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di tingkat petani di berbagai wilayah Indonesia.

Upaya untuk mengontrol harga TBS kelapa sawit di tingkat petani terus dilakukan oleh pemerintah. Hal ini dipertegas dengan terbitnya Surat Edaran (SE) Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, yang mengingatkan bahwa pembelian TBS sudah diatur berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 1/2018, sehingga tidak dibenarkan untuk membeli TBS di bawah harga yang telah ditetapkan.

Ketua Umum SPI Henry Saragih menegaskan, situasi ini seharusnya tidak terjadi apabila pihak perusahaan ataupun korporasi sawit berlaku patuh dan mengikuti kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Baca juga: Ada Larangan Ekspor Produk Sawit, Petani: Tidak Akan Pengaruhi Konsumsi TBS

"Kasus mengenai menurunnya harga TBS di tingkat petani, ini kan sebenarnya sudah diperinci pemerintah bahwa yang dilarang ekspor adalah RBD Palm Olein, bukan CPO. Selain itu sudah diatur juga pedoman untuk pembelian harga TBS sesuai dengan wilayahnya masing-masing, sehingga tercipta keadilan harga. Masalahnya peraturan ini lagi-lagi tidak dipatuhi," katanya melalui keterangan tertulis, Rabu (27/4/2022).

Padahal pemerintah sebelumnya telah menggulirkan kebijakan-kebijakan untuk menstabilkan harga minyak goreng sebelumnya, nyatanya tidak berjalan efektif. Seperti penetapan harga eceran tertinggi dan penetapan Domestic Market Obligation (DMO), dan Domestic Price Obligation (DPO), atau harga penjualan minyak sawit dalam negeri sudah diatur dalam Keputusan Menteri Perdagangan No. 129/2022.

"Gagalnya upaya atau kebijakan-kebijakan yang sebelumnya diambil pemerintah tidak terlepas dari andil perusahaan atau korporasi yang membangkang. Pemerintah dalam hal ini harus mengambil sikap tegas, mengingat mereka telah mengambil keuntungan secara sepihak dengan mengorbankan kesejahteraan nasib petani perkebunan rakyat," katanya.

Baca juga: Menko Airlangga: Saya Harap Perusahaan Beli Sawit Petani dengan Harga Wajar

Lebih lanjut kata dia, dinamika seputar mahalnya harga minyak goreng ini menunjukkan pentingnya perombakan tata kelola perkebunan dan industri pengolahan kelapa sawit di Indonesia.

"Ini harus menjadi momentum perbaikan tata kelola perkebunan dan industri sawit Indonesia. Dari tata kelola perkebunan, persoalan penguasaan ketimpangan dan pemilikan tanah, izin, ataupun konsesi ini timpang. Dominasi oleh perusahaan dan korporasi tidak terelakkan," sambung dia.

Karena menurut SPI, perkebunan khususnya sawit menjadi salah satu sumber konflik agraria di Indonesia, mulai dari perampasan tanah petani dan masyarakat adat, izin serta konsesi yang ilegal, murahnya upah buruh perkebunan, kerusakan lingkungan, sampai dengan pengemplangan pajak. Begitu juga di industri pengolahan, kemampuan pemerintah ataupun rakyat untuk menghasilkan produk jadi ini sangat rendah karena lagi-lagi dikuasai oleh perusahaan dan korporasi.

Henry menegaskan perbaikan tata kelola perkebunan dan industri sawit Indonesia harus dilandasi dengan menjalankan reforma agraria, sebagaimana amanat dari Pasal 33 UUD 1945 dan UU Pokok Agraria Tahun 1960.

"Melalui reforma agraria, izin dan konsesi perkebunan yang luasnya sangat besar itu harus dikoreksi dan ditinjau kembali. Hal ini mengingat ketimpangan dan penguasaan tanah sudah semakin nyata di Indonesia. Ini juga berkaitan dengan tingkat kesejahteraan petani. Bagaimana bisa penghasilannya membaik jika tanah yang dimilikinya juga tidak memadai?" pungkasnya.

Baca juga: Larangan Ekspor Produk Sawit Berlaku hingga Harga Minyak Goreng Curah Rp 14.000 Per Liter

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com