Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inilah Dinasti Politik yang Bikin Sri Lanka Bangkrut dalam 30 Bulan

Kompas.com - 28/04/2022, 12:25 WIB
Siti Maghfirah

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pada pemilihan presiden November 2019 lalu, Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa yang saat itu masih menjadi oposisi pemerintah, menjanjikan pemotongan pajak besar-besaran apabila terpilih menjadi presiden.

Menteri keuangan waktu itu, Mangala Samaraweera menentang usulan pengurangan pajak pertambahan nilai dari 15 persen menjadi 8 persen tersebut. Karena, apabila kebijakan itu diterapkan, Sri Lanka akan mengumpulkan pendapatan yang lebih sedikit daripada negara-negara lain.

“Jika ini diterapkan, negara akan bangkrut. Sri Lanka akan menjadi seperti Venezuela dan Yunani,” kata Mangala, dikutip dari Bloomberg.

Baca juga: Gagal Bayar Utang, Sri Lanka Minta Bantuan Darurat dari IMF

Hanya butuh waktu 30 bulan, prediksi Mangala menjadi kenyataan seperti sekarang ini.

Setelah Gotabaya Rajapaksa memenangkan pemilihan 2019, ia menghidupkan kembali salah satu dinasti paling kuat di Asia. Terakhir kali klan Rajapaksa memerintah adalah saudara laki-laki Gotabaya, Mahinda Rajapaksa pada periode 2005 hingga 2015.

Saat Gotabaya dilantik sebagai presiden, Mahinda turut diangkat pula menjadi perdana Menteri. Beberapa anggota keluarga mereka juga menjadi menteri dan mengisi posisi-posisi penting di pemerintahan.

Dalam rapat kabinet pertamanya, dia langsung mengesahkan kebijakan pemotongan pajak yang ia janjikan pada kampanye.

Namun, kebijakan ini dengan cepat menjadi bumerang. Alih-alih rakyat jadi makmur, Sri Lanka malah kehabisan uang tunai untuk membeli bahan-bahan pokok dan bahan bakar. Antrian pom bensin menjadi sangat panjang dan terjadi pemadaman listrik 13 jam setiap harinya.

Baca juga: Utang RI Tembus Rp 7.000 Triliun, Apa Siasat Sri Mulyani agar Tak Bangkrut seperti Sri Lanka?

Sri Lanka dinyatakan bangkrut karena gagal bayar utang luar negeri untuk pertama kalinya sejak kemerdekaan pada 1948. Keluarga Rajapaksa saat ini dituntut mengendalikan kehancuran masif negaranya. Mereka harus memastikan bahan pokok masyarakat terpenuhi, sekaligus mencari dana darurat dari IMF, Bank Dunia, China, dan pemberi pinjaman lainnya.

Sri Lanka juga masih belum pulih dari serangan teroris pada 2019 lalu. Hal ini menyebabkan sektor pariwisata negara anjlok karena para kunjungan turis luar negeri menjadi sangat menurun. Pandemi juga ikut melemahkan pendapatan negara dari pariwisata.

Pemerintah kemudian memutuskan untuk mencetak uang lebih banyak, yakni meningkat 42 persen dalam periode Desember 2019 sampai Agustus 2021. Keputusan ini justru memicu inflasi tercepat di Asia.

Baca juga: Sri Lanka Terlilit Utang hingga Krisis Ekonomi, Bensin Langka, SPBU Sampai Dijaga Tentara

Kesalahan Kebijakan Lainnya

April lalu, pemerintah kembali membuat keputusan yang mengejutkan. Sri Lanka tiba-tiba melarang impor pupuk kimia. Tujuannya, agar bisa menghidupkan pertanian dalam negeri dan melawan mafia pupuk.

Namun, lagi-lagi keputusan itu jadi bumerang. Seluruh rantai pertanian Sri Lanka jadi terganggu. Panen padi gagal, memaksa pemerintah untuk mengimpor beras. Selain itu ekspor teh yang merupakan sumber pendapatan utama negara juga menurun.

Kesalahan kebijakan yang berkali-kali dilakukan oleh dinasti Rajapaksa menyebabkan kekurangan makanan, listrik, dan obat-obatan bagi rakyat miskin. Pengunjuk rasa kemudian turun ke jalan, menuntut pengunduran diri Gotabaya.

Gotabaya juga kehilangan sebagian besar pendukung mereka di parlemen yang membelot ke oposisi. Saat ini, keluarga Rajapaksa berusaha melawan upaya oposisi untuk menyingkirkan mereka dari kekuasaan.

Baca juga: Sri Mulyani Pastikan Nasib RI Tak Seperti Sri Lanka, Sebut Penarikan Utang Susut 55,6 Persen

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com