Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Abdul Kodir
Dosen

Mahasiswa Doktoral Universiy of York, UK. Peneliti di Equator Initiative for Policy Research. Pengurus PCINU UK dan IKA UNAIR UK.

Komitmen Menyelamatkan Garuda Indonesia

Kompas.com - 10/05/2022, 06:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BARANGKALI pengalaman saya pribadi, pada bulan Oktober tahun lalu, menguatkan keyakinan saya bahwa pemerintah Indonesia perlu merestrategisasi secara masif terkait tata kelola PT Garuda Indonesia. Yakni, menyelesaikan persoalan hingga ke akar-akarnya.

Pada saat itu, saya akan memulai perjalanan ke London, Inggris, untuk kepentingan melanjutkan studi.

Saya memutuskan untuk terbang bersama Garuda. Dengan harap agar biaya penerbangan tersebut nantinya akan menjadi deviden negara.

Jika boleh jujur, keputusan ini agak tidak masuk akal sebenarnya, mengingat selisih harga tiket dari Garuda dengan maskapai internasional lainnya yang lebih mahal dua hingga tiga kali lipat.

Selain itu, jika maskapai lain untuk rute penerbangan dari Jakarta-London hampir setiap hari, namun Garuda hanya menawarkan satu minggu sekali setiap hari Kamis. Itu pun hanya sampai Amsterdam.

Dan ironisnya, ketika di dalam pesawat, banyak sekali kursi yang tidak terisi.

Situasi ini nampak jelas sebenarnya: tidak perlu menggunakan kalkulasi ekonomi untuk menjustifikasi bahwa penerbangan internasional Garuda yang saat itu saya tumpangi sudah semestinya merugi. Tidak mungkin tidak.

Namun pertanyaannya, apa yang sebenarnya menyebabkan situsi kritis dihadapi oleh Garuda?

Situasi yang dihadapi Garuda itu ibarat serangan stroke yang boleh jadi pada level yang parah. Namun, dengan ketekunan, kesabaran dan komitmen tinggi, upaya penyembuhan tetap bisa dilaksanakan.

Lantas bagaimana kita melihat situasi ini? Membiarkannya untuk benar-benar terpuruk hingga bangkrut ataukah melakukan upaya perombakan secara menyeluruh untuk mempertahankan kebanggaan maskapai yang dimiliki Indonesia?

Mengurai akar persoalan

Sebagaimana sebagian pihak berargumen, bahwa nasib Garuda bisa dikatakan berada pada ujung tanduk kegagalan.

Sampai saat ini utang emiten ini membengkak sebesar 7 miliar dollar AS atau setara dengan R[ 100,5 triliun.

Ini jelas jumlah utang yang tidak mungkin negara lepas tangan begitu saja, mengingat perusahaan ini berplat merah.

Beberapa pihak menilai bahwa sengkarut persoalan yang mengakar dalam tubuh Garuda, jika ditinjau dalam pengelolaan manajemen, salah satunya dikarenakan pembengkakan penyewaan pesawat kepada lessor yang harganya bisa mencapai empat kali lipat dari harga umumnya (Kompas.com, 09/06/2021).

Keputusan manajemen untuk menyewa beragam jenis pesawat juga sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari semangat ekspansi pembukaan rute baru sebagai sebuah tujuan positif dalam kerangka bisnis.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com