Lantas bagaimana mencegahnya?
Sejak lima tahun lalu saya sudah menyampaikan di banyak forum terkait aging syndrome ini. Pergeseran demografi bakal mendisrupsi koperasi secara tak terelakkan.
Maka koperasi harus membangun ulang dirinya sebagai entitas yang ramah anak muda. Anak muda ini dalam horizon milenial dan lebih-lebih pasca milenial.
Koperasi harus bisa menjawab kebutuhan generasi itu, bila tidak, ditinggalkan dengan sendirinya, menyisakan para milenial yang juga mulai “menua”.
Mengantisipasi itu, sebagian orang mengusulkan agar kembali mewajibkan mata ajar koperasi di berbagai level pendidikan. Menurut saya itu kurang relevan, sebab sifatnya hanya pengetahuan belaka.
Yang dibutuhkan adalah layanan nyata yang menjawab kebutuhan mereka dan dalam gaya mereka. Tak ingin kembali mengulangi dan menjadi klise, solusinya adalah inovasi.
Koperasi-koperasi eksisting perlu melakukan inovasi produk dan layanan. Peran riset dan pengembangan menjadi penting. Dana harus dialokasikan dan pilot project harus dibuat.
Suatu tempo saya ditanya salah satu ketua koperasi di Lampung, bagaimana menjangkau mahasiswa (artinya generasi Z) di kampus-kampus Lampung. Paling tidak ada 65 PTN/PTS, institut, sekolah tinggi dan akademi di sana.
Saya lempar ide, mengapa tidak dekati mereka dengan isu nyata yang dialami mereka: kiriman orangtua telat atau habis, kebutuhan mendadak dan sebagainya.
Singkatnya pinjaman dana pendidikan. Ditambah dengan aplikasi fintech yang mereka punya, dibuat semudah pay later dengan tetap menerapkan protokol perkoperasian yang baik.
Generasi saya, milenial, masih menggunakan Facebook dan Instagram. Namun generasi Z sebagian sudah meninggalkan Facebook, menetap di Instagram dan menikmati Tiktok.
Apa artinya, koperasi eksisting perlu juga melakukan inovasi pemasaran dan adopsi teknologi yang relevan. Koperasi perlu menghadirkan diri di media sosial secara intensif.
Selain itu, tak menutup kemungkinan untuk melakukan sesuatu yang lebih radikal dengan inovasi model bisnis.
Bila susah dikerjakan pada koperasi eksisting, Anda para pemimpin koperasi skala menengah dan besar, perlu melakukan pemekaran kelembagaan dengan mendirikan koperasi baru. Anda bisa menyoba memasuki pasar dengan segmen generasi Z.
Bayangkan suatu rintisan waralaba berbasis koperasi yang berorientasi menciptakan pekerjaan.
Atau sektor lain yang masih terbuka lebar peluangnya untuk menjawab kebutuhan non-keuangan anggota.
Tentu saja kita bisa berkreasi 1001 macam cara dan upaya untuk menjawab tantangan itu, dan itu tidak mudah.
Sektor swasta lainnya juga sedang berusaha keras menghadapi disrupsi tersebut. Situasi itu tergambar baik pada buku dengan judul bombatis “Millennials Kill Everything” (Yuswohady, 2019).
Koperasi sama, hanya saja awareness para pelaku, respons dan titik didihnya berbeda dengan swasta.
Dua puluh tahun mendatang Indonesia berusia satu abad, 2045. Jangan sampai pada momen emas itu, kita justru mengalami involusi, makin menyusut, kehilangan relevansi dan ujungnya lost generation.
Saya pikir isu ini bisa menjadi bahan refleksi bersama menjelang Hari Koperasi ke-75 mendatang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.