Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perubahan Iklim Mengancam Ketahanan Pangan, Ini yang Harus Dilakukan Pemerintah

Kompas.com - 12/05/2022, 19:33 WIB
Isna Rifka Sri Rahayu,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketahanan pangan merupakan tujuan dari berbagai kebijakan pada sektor pertanian. Namun tercapainya ketahanan pangan terancam karena adanya perubahan iklim.

Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta mengatakan, perubahan iklim yang ekstrim dapat memengaruhi sektor pertanian sehingga ketahanan pangan dapat terancam.

"Ketahanan pangan global terus menghadapi tantangan, salah satu faktor yang mempengaruhi adalah perubahan iklim. Di Indonesia sendiri, perubahan iklim sudah dan akan terus mengakibatkan cuaca ekstrim seperti banjir atau kemarau berkepanjangan yang akan mengganggu pertanian," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (12/5/2022).

Baca juga: Telan Anggaran Rp 152 Miliar, Proyek Pasar Induk Kota Batu Ditargetkan Rampung Pertengahan 2023

Menurut dia, perubahan iklim berdampak terhadap produktivitas pangan karena mengganggu sistem penyerbukan tanaman pangan dan meningkatkan infeksi hama serta penyakit tanaman.

Selain itu, perubahan iklim juga menyebabkan perubahan cuaca yang tidak menentu, peningkatan suhu udara dan kekeringan yang dapat mengurangi hasil pertanian.

Kondisi ini juga mempersulit petani dalam menentukan waktu tanam yang tepat dan hal ini dapat mengakibatkan gagal panen dan membuka peluang kelangkaan pangan karena berkurangnya produksi.

"Pembahasan mengenai perubahan iklim menjadi lebih relevan karena meningkatnya kerawanan pangan justru akan berakibat kepada konflik dan migrasi besar-besaran," ucapnya.

Dia menjelaskan, pembukaan lahan secara paksa termasuk ke dalam metode pertanian yang tidak ramah lingkungan karena dapat mengancam tercapainya ketahanan pangan dalam jangka panjang.

Selain itu, ketersedian pangan bergizi dan terjangkau bagi masyarakat, terutama mereka yang berpenghasilan rendah, sangat penting. Masyarakat berpenghasilan rendah akan cenderung membeli komoditas pangan dengan nutrisi minimum jika ada kenaikan harga.

"Kenaikan harga pada akhirnya akan mengurangi konsumsi pangan bergizi dan mendorong mereka untuk mengonsumsi pangan bernutrisi rendah dan lebih murah," kata dia.

Baca juga: Ada Long Weekend, KAI Perkirakan Arus Balik Masih Cukup Tinggi

Contohnya daging sapi yang kaya akan protein tidak akan banyak dinikmati oleh masyarakat berdaya beli rendah karena harganya yang relatif mahal.

Masyarakat menengah ke bawah akhirnya akan membeli pangan yang mengenyangkan dan lebih murah. Hal ini bisa berdampak pada kecilnya variasi asupan nutrisi dan mengancam kualitas konsumsi pangan yang merupakan bagian penting dari pilar ketahanan pangan.

Kendati demikian dia menjelaskan, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi beberapa faktor tersebut.

Salah satunya, pemerintah perlu melibatkan semua pemangku kepentingan dalam sektor pertanian untuk membentuk ekosistem riset, dan merumuskan kebijakan yang dapat mengakomodir tercapainya ketahanan pangan dengan mempertimbangkan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

"Ekosistem ini diharapkan bisa memunculkan kebijakan yang tepat sasaran, efisien dan responsif terhadap perubahan," tutur dia.

Kestabilan harga pangan di pasar juga harus diusahakan lewat regulasi impor pangan yang responsif dan kebijakan pertanian yang fokus pada intensifikasi lahan dan peningkatan produktivitas.

Baca juga: Pemerintah Targetkan Cetak 1 Juta Pengusaha hingga 2024

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Aliran Modal Asing Keluar Rp 21,46 Triliun dari RI Pekan Ini

Aliran Modal Asing Keluar Rp 21,46 Triliun dari RI Pekan Ini

Whats New
Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

Whats New
Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Whats New
Langkah PAI Jawab Kebutuhan Profesi Aktuaris di Industri Keuangan RI

Langkah PAI Jawab Kebutuhan Profesi Aktuaris di Industri Keuangan RI

Whats New
Akar Masalah BUMN Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawan

Akar Masalah BUMN Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawan

Whats New
Nestapa BUMN Indofarma, Sudah Disuntik APBN, tapi Rugi Terus

Nestapa BUMN Indofarma, Sudah Disuntik APBN, tapi Rugi Terus

Whats New
Tol Japek II Selatan Diyakini Jadi Solusi Kemacetan di KM 66

Tol Japek II Selatan Diyakini Jadi Solusi Kemacetan di KM 66

Whats New
Punya Gaji Tinggi, Simak Tugas Aktuaris di Industri Keuangan

Punya Gaji Tinggi, Simak Tugas Aktuaris di Industri Keuangan

Whats New
Nasib BUMN Indofarma: Rugi Terus hingga Belum Bayar Gaji Karyawan

Nasib BUMN Indofarma: Rugi Terus hingga Belum Bayar Gaji Karyawan

Whats New
Pembatasan Pembelian Pertalite dan Elpiji 3 Kg Berpotensi Berlaku Juni 2024

Pembatasan Pembelian Pertalite dan Elpiji 3 Kg Berpotensi Berlaku Juni 2024

Whats New
OJK Sebut 12 Perusahaan Asuransi Belum Punya Aktuaris

OJK Sebut 12 Perusahaan Asuransi Belum Punya Aktuaris

Whats New
OJK Cabut Izin Usaha BPR Syariah Saka Dana Mulia di Kudus

OJK Cabut Izin Usaha BPR Syariah Saka Dana Mulia di Kudus

Whats New
Ada Indikasi TPPU lewat Kripto, Indodax Perketat Pengecekan Deposit

Ada Indikasi TPPU lewat Kripto, Indodax Perketat Pengecekan Deposit

Whats New
Produk Petrokimia Gresik Sponsori Tim Bola Voli Proliga 2024

Produk Petrokimia Gresik Sponsori Tim Bola Voli Proliga 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com