Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

CIPS: Indonesia Butuh Kebijakan dan Visi Jangka Panjang Terkait CPO

Kompas.com - 13/05/2022, 21:10 WIB
Elsa Catriana,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta mengatakan, simpang siur kebijakan perdagangan crude palm oil (CPO) dan produk turunannya yang berujung pada larangan ekspor CPO mencerminkan pemerintah belum memiliki visi yang jelas terhadap perdagangan komoditas tersebut.

Menurutnya, larangan ekspor CPO ini hanyalah kebijakan reaktif untuk merespons kenaikan harga minyak goreng.

“Indonesia membutuhkan kebijakan dan visi jangka panjang yang mampu mengakomodir dinamika permintaan CPO domestik dan global yang diperkirakan akan terus meningkat. Visi ini perlu menyeimbangkan pemenuhan kebutuhan minyak goreng, biodiesel, dan oleokimia serta peran Indonesia sebagai eksportir terbesar CPO ke pasar global," ujar Felippa Ann Amanta dalam keterangannya, Jumat (13/5/2022).

Baca juga: Larangan Ekspor CPO Dimulai, Harga TBS Merosot Tajam

Felippa menyebut, larangan ekspor CPO berdampak luar biasa pada reputasi Indonesia di dunia internasional. Kebijakan yang reaktif dan berubah-ubah tanpa mempertimbangkan komitmen perdagangan yang sudah disepakati sebelumnya, dapat melemahkan sentimen kepercayaan global terhadap Indonesia sebagai mitra dagang.

Misalnya saja, sebelum ada larangan ekspor CPO dan produk turunannya, Indonesia juga melarang ekspor batu bara.

Kebijakan ini pun dinilai, berdampak pada harga komoditas-komoditas tersebut di pasar internasional dan berdampak pada industri pengguna bahan baku tersebut.

Felipa juga mengatakan, kebijakan larangan ekspor CPO juga tidak menguntungkan pasar domestik karena membanjirnya komoditas belum tentu dapat terserap dengan baik.

Akibatnya harga Tandan Buah Sawit (TBS) terpantau turun signifikan dan merugikan petani.

Belum lagi dengan adanya kesimpangsiuran juga memunculkan ketidakpastian yang berdampak pada persepsi atas iklim investasi di Indonesia.

Baca juga: India Kalang Kabut gara-gara Jokowi Larang Ekspor CPO

Padahal pemerintah sendiri kini tengah mengalakkan berbagai upaya untuk membuat pasar Indonesia menarik para investor, salah satunya lewat UU Cipta Kerja.

“Kesimpangsiuran ini menjadi kontra produktif dengan tujuan untuk mendatangkan investasi dan memulihkan ekonomi,” ucap Felippa.

Oleh sebab itu, Felippa menyarankan agar pemerintah mau mengevaluasi kebijakan ini, serta mulai memikirkan strategi jangka panjang untuk memenuhi permintaan yang meningkat secara berkelanjutan.

Sebagai informasi, berdasarkan data Indeks Bulanan Rumah Tangga (BuRT) CIPS menunjukkan, harga minyak goreng masih terpantau tinggi.

Di bulan Desember 2021, harganya mencapai Rp 20.667 per liter. Harga kemudian turun menjadi Rp 19.555 dan Rp 14.000 di bulan Januari dan Februari tahun ini.

Harga Rp 14.000 didapat karena penerapan HET. Pencabutan HET membuat harga kembali ke kisaran Rp 18.505 dan semakin melambung mencapai Rp 26.360 di bulan April.

Baca juga: Sampai Kapan Harga Sawit Anjlok di Tingkat Petani Usai Larangan Ekspor CPO?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com