KOLOM BIZ
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Experd Consultant

Organisasi yang People-centric

Kompas.com - 14/05/2022, 07:57 WIB
Eileen Rachman dan Emilia Jakob,
Aditya Mulyawan

Tim Redaksi

KANTOR tanpa manusia bukanlah kantor. “People make the place”, kata pepatah kuno. Memang benar. Bukankah manusia merupakan aset terbesar dari suatu organisasi?

Namun, bila kita bertanya kepada para pimpinan, mana yang diprioritaskan antara manusia dan pencapaian bisnis? Sebagian besar dari mereka akan menjawab bisnis. Sebab, bila sasaran bisnis tidak bisa dicapai, bagaimana kita akan membayar gaji karyawan?

Namun, dengan perkembangan teknologi sekarang, ketika para pemimpin sering merasa kalah langkah dari anggota tim yang ternyata memiliki solusi yang lebih jitu, sadarlah mereka bahwa nilai manusia sangat berharga. Pada saat inilah, para pimpinan ingin mengarahkan organisasi menjadi people-centric. Namun, apakah semudah itu melakukannya?

Banyak manajer atau pimpinan tidak sepenuhnya mengerti mengenai konsep people-centric. Ada manajemen yang berfokus pada daftar gaji dan merasa bahwa bila upah yang diberikan cukup kompetitif, karyawan akan bahagia. Padahal, mungkin karyawan akan lebih bahagia bila atasan menghargai dengan memperlakukan mereka sebagai teman satu tim tanpa prasangka.

Kebijakan bekerja secara hibrida (hybrid) tidak bisa kita buat tanpa memperhitungkan satu per satu kebutuhan individu. Kita bisa saja berasumsi bahwa karyawan yang satu bersedia mengorbankan dirinya untuk bekerja lebih keras atau mendapatkan giliran masuk kantor yang lebih banyak tanpa alasan operasional yang kuat.

Namun, itu menunjukkan bahwa kita memang belum bisa disebut sebagai pemimpin yang people-centric.

Hal utama untuk memulai pendekatan people-centric adalah berlatih melihat melalui lensa mata karyawan.

Bagaimana karyawan memandang disrupsi teknologi? Apa dampaknya terhadap kehidupan bekerja dan pribadinya? Bagaimana karyawan memandang automasi, perkembangan, dan tantangan yang harus dihadapi perusahaan? Apakah karyawan dapat menghayati perubahan dan pengembangan perusahaan serta turut bersemangat seperti halnya manajemen?

Bila manajemen masih meragukan hal itu, marilah kita melakukan evaluasi pilar demi pilar.

Pilar budaya

Culture is king”, demikian kata para ahli. Budaya organisasi merupakan landasan lembut yang membuat karyawan merasa nyaman berada dalam suatu organisasi. Budaya yang kuat dan positif juga memberi rasa nyaman ketika terjadi banyak perubahan dalam organisasi.

Eileen RachmanDok. EXPERD Eileen Rachman

Setiap organisasi memiliki resep tersendiri untuk membuat budayanya solid. Namun, boleh dibilang fokus kepada manusia adalah bahan utamanya. Artinya, kita memang harus memastikan bahwa setiap karyawan sudah merasa dihargai. Setiap karyawan dari posisi paling rendah sekalipun perlu merasa yakin bahwa manajemen menempatkan kebutuhan mereka dalam pertimbangan penyusunan kebijakan.

Hal yang juga penting dalam budaya perusahaan adalah sense of belonging. Saat ini, makna rasa memiliki sudah meluas pada keberagaman. Tantangan para pemimpin adalah memelihara bentuk keberagaman baru yaitu perspektif, pengalaman, kontribusi, dan pemikiran yang berbeda-beda diterima, bahkan dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Hal itu justru membuktikan bahwa organisasi memanfaatkan kekuatan keunikan individu untuk membangun kekuatan berkompetisi. Keberagaman ini harus membawa kebahagiaan karyawan. Dengan demikian, culture is valuable not only for ethical reasons and its qualitative results, but to achieve that bottom line as well.

Pilar fokus sense of purpose yang kualitatif

Hampir sebagian besar dari kita bekerja karena membutuhkan nafkah untuk membiayai hidup. Namun, akan ada satu titik dalam hidup ketika seseorang bertanya apa makna dari pekerjaan yang dilakukan. Pekerjaan yang bisa jadi menghabiskan lebih dari separuh waktu hidupnya setiap hari.

Oleh karena itu, seorang pemimpin bertugas untuk memberi bobot “makna” pekerjaan setiap karyawan. Banyak pimpinan merasa bahwa memberi “goal” yang jelas dalam bentuk target pendapatan perusahaan sudah cukup. Padahal, angka penjualan tidaklah cukup untuk memberi “arti” kepada para karyawan. Seorang pemimpin harus memperjelas lagi sense of purpose bawahannya.

Mengapa kita sebagai perusahaan retail tetap harus masuk kerja pada hari raya? Perlu ada alasan selain bahwa pada hari tersebut jumlah pelanggan pasti meningkat sehingga meningkatkan angka penjualan.

Perlu ada alasan jelas agar setiap orang dengan penuh kesadaran mengorbankan waktunya bersama keluarga demi tujuan perusahaan. By positioning purpose as a priority, people-centricity will become a natural, dominant characteristic of your organization.

Pilar memprioritaskan solusi agar makna kerja lebih kuat

Tidak dapat disangkal bahwa teknologi memang membantu pekerjaan kita. Namun, perlu diingat bahwa teknologi hanyalah alat. Manusialah yang menjalankan disrupsi perubahan.

Apakah kita sudah melakukan penelitian tentang apa yang dibutuhkan oleh karyawan yang dapat meningkatkan nilai tambah dari pekerjaan mereka? Sering terjadi, aplikasi dengan harga selangit yang diharapkan menciptakan “sihir” ternyata hasilnya tidak sesuai dengan kebutuhan manusianya.

Pilar memastikan kesiapan seluruh individu

Proses bisnis yang saat ini sering difasilitasi beberapa perangkat lunak, seperti enterprise resource planning (ERP), juga perlu dirancang sesuai dengan yang dibutuhkan dalam setiap titik proses bisnis.

Manajemen perlu memikirkan cara menggali potensi manusia secara optimal dan mengelola proses bisnisnya. Untuk menjamin keberhasilan, pastikan bahwa individu yang ada sudah siap menjalankan setiap titik dalam proses bisnis ini.

Proses itu perlu “high touch” dan “high quality” karena manusia di organisasi tidak seperti robot yang tidak menghayati proses bisnis organisasi.

Automasi tidak berarti melepas 100 persen dari campur tangan manusia. Manusia harus menjadi titik fokus untuk menavigasi perubahan dalam semua prosesnya. Manusia harus beramai-ramai membimbing dan mengawal perubahan sehingga inovasi benar-benar tercipta dalam budaya organisasi.


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com