Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apakah Indonesia Mendapat Ganti Rugi dari Jepang yang Pernah Menjajah?

Kompas.com - 17/05/2022, 00:06 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Meski kerapkali mengalami pasang surut, hubungan persahabatan bilateral antara Indonesia-Jepang relatif cukup terjalin dengan baik. Di masa lalu, ada sejarah yang sangat kelam dalam hubungan kedua negara. 

Indonesia sendiri sempat menjadi negara jajahan Jepang saat Perang Dunia II berkecambuk. Tepatnya, Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, mengalami pendudukan bala tentara Dai Nippon selama kurun waktu 1942-945.

Meskipun menjajah Indonesia dalam waktu seumur jagung, banyak penderitaan dan penindasan yang dialami rakyat Indonesia di bawah Jepang. Bahkan banyak yang menyebut, kondisinya jauh lebih memperihatinkan ketimbang di bawah penjajahan Belanda.

Sejarah mencatat masa kelam kekejaman Jepang di Indonesia antara lain bencana kelaparan yang luar biasa, kerja romusha, hingga budak seks atau jugun ianfu.

Baca juga: 22 Tahun Pisah dari RI, Mengapa Timor Leste Setia Gunakan Dollar AS?

Lalu apa ganti rugi atau kompensasi yang diberikan Jepang pada Indonesia setelah negara ini merdeka?

Ganti rugi penjajahan Jepang

Sebagai negara yang pernah terjajah oleh Jepang selama 3,5 tahun, Indonesia diberikan hak untuk meminta ganti rugi kepada negara penjajah. Ini merupakan konsekuensi dari kerugian selama perang atau yang lazim disebut pampasan perang.

Pampasan perang sendiri tak lepas dari tuntutan pihak pemenang perang, dalam hal ini Sekutu pimpinan Amerika Serikat (AS) dalam Perang Dunia II.

Hal ini pula yang menyebabkan, Belanda meski sama-sama menjajah Indonesia, tak dituntut untuk membayar kerugian perang ke Indonesia. Ini lantaran Belanda masuk dalam kelompok sekutu atau pemenang perang.

Baca juga: Sejarah Betadine, Bermula dari Eks Kopassus yang Berjualan Obat Merah

Pampasan perang untuk Indonesia diperoleh dari hasil perjanjian San Francisco yang diprakarsai oleh AS yang secara resmi mengakhiri Perang Dunia II. Indonesia termasuk dalam negara yang diundang dalam kesepakatan tersebut.

Perjanjian San Francisco kemudian ditindaklanjuti dengan pertemuan bilateral antara Indonesia dan pihak Jepang untuk menegosiasikan ganti rugi perang atau pampasan perang.

Lalu sebenarnya apa arti pampasan perang?

Dikutip dari laman resmi Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kemenkum HAM, pampasan perang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 1958 tentang Pelaksanaan Persetujuan Pampasan Perang Antara Repiblik Indonesia dan Jepang.

Disebutkan, bahwa pampasan perang adalah penggantian daripada kerusakan, kerugian dan penderitaan yang telah dialami oleh rakyat Indonesia selama perang dunia kedua.

Baca juga: Membandingkan Harga Bensin Pertamina Vs Petronas di Malaysia

Kesepakatan pampasan perang Indonesia dengan Jepang ditandatangani pada 20 Januari 1958. Sementara pembayaran ganti rugi perang dilakukan oleh Negeri Sakura secara bertahap.

Dalam Pasal 1 PP Nomor 27 Tahun 1958, dana dari pampasan perang Jepang tersebut digunakan untuk membangun sejumlah infrastruktur besar di berbagai lokasi di Indonesia untuk manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat.

Sejumlah proyek-proyek mercusuar yang dibangun Presiden Soekarno dari dana pampasan Jepang antara lain kompleks GBK, Hotel Indonesia, Monumen Nasional (Monas), Jembatan Ampera, Stasiun TVRI, Gedung Sarinah, dan proyek-proyek besar lainnya di era Orde Lama.

Gedung TVRI yang akan berfungsi sebagai pusat produksi Dok. Kompas Gedung TVRI yang akan berfungsi sebagai pusat produksi

Selain proyek-proyek mercusuar, dana pampasan perang artinya juga mengalir untuk membiayai pembangunan industri yang menyangkut hajat hidup seperti pabrik sandang dan makanan.

Baca juga: 7 Kota di Indonesia yang Dibangun Penjajah Belanda dari Nol

Beberapa contoh industri yang dibangun dari dana ganti rugi perang Jepang seperti penambahan produksi beras, tekstil, dan kertas. Termasuk membeli sejumlah kapal untuk angkutan antar-pulau di Indonesia.

"Kebijaksanaan penggunaan pampasan perang untuk usaha-usaha pembangunan yang disebut dalam pasal 1, ditetapkan oleh Dewan Ekonomi dan Pembangunan ditambah Menteri Perhubungan dan Menteri Perburuhan," bunyi Pasal 2 ayat (1).

Sebagai informasi, penyelesaian soal pampasan perang ditetapkan dalam kesepakatan kedua negara pada tahun 1958, pemerintah Jepang telah menyatakan bersedia untuk membayar pampasan perang kepada Indonesia.

Ganti rugi perang ditetapkan sebesar 223.080.000 dollar AS yang diangsur dalam waktu 20 tahun, ditambah dengan penghapusan utang dagang Indonesia pada Jepang sejumlah 117.000.000 dollar AS.

Selain dari itu dalam kerja sama ekonomi, Jepang akan menyediakan kredit sebesar 400.000.000 dollar AS untuk membangun perekonomian Indonesia pasca-merdeka.

Baca juga: PG Colomadu, Simbol Kekayaan Raja Jawa-Pengusaha Pribumi era Kolonial

Mengutip Statement of Policy tentang Penggunaan Pampasan Perang dan Kerja Sama Ekonomi dengan Jepang, disebutkan pampasan perang ditetapkan karena pendudukan Jepang di Indonesia selama tiga setengah tahun, telah mengakibatkan tekanan penderitaan yang merata dan yang sama beratnya pada seluruh bangsa Indonesia.

"Bahwa hasil-hasil pampasan perang dan kerja sama ekonomi itu, bukan merupakan pergantian yang diderita oleh warga negara-warga negara atau badan-badan di masa pendudukan Jepang secara terperinci. Sebab, apabila demikian jumlah itu sangat tidak memadai," bunyi Statement of Policy.

"Bahwa karena itu, maka sesuai dengan rasa keadilan, hasil pampasan perang dan kerja sama ekonomi itu harus dipergunakan sedemikian rupa, sehingga bermutu setinggitingginya bagi kepentingan kehidupan seluruh masyarakat Indonesia yang merata baik sekarang maupun hari kemudian," tulis lanjutan Statement of Policy.

"Pemerintah yakin, bahwa dengan demikian, sekalipun hasil-hasil pampasan perang dan kerjasama ekonomi yang tidak seimbang dengan kerusakan dan penderitaan yang disebabkan oleh Jepang selama perang itu, hasil-hasil tersebut setidak-tidaknya akan dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh masyarakat dan semua daerah," bunyi lanjutan Statement of Policy yang ditandatangani Perdana Menteri Djuanda pada 3 Mei 1958.

Baca juga: Bukan BI atau BNI, Ini Bank Pertama yang Didirikan di Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com