Selama pandemi Covid-19, negara yang terletak di Asia Selatan ini terpukul keras ekonominya. Kenaikan harga energi dan pemotongan pajak juga turut menekan perekonomian.
Hal tersebut menyebabkan Sri Lanka kekurangan mata uang asing serta inflasi yang melonjak yang berbuntut pada kekurangan obat-obatan, bahan bakar, dan kebutuhan pokok lainnya.
Sri Lanka telah memulai pembicaraan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) mengenai bailout dan perlu menegosiasikan kembali perjanjian utangnya dengan kreditur.
Kemudian pada Kamis, seorang juru bicara IMF mengatakan, rangkaian pembicaraan saat ini tentang program pinjaman potensial yang diperkirakan selesai pada Selasa.
Lembaga pemeringkat kredit Moody's mengatakan pihaknya mengharapkan Sri Lanka pada akhirnya mencapai kesepakatan mengenai bailout IMF.
"Namun, penyelesaian program kemungkinan akan memakan waktu beberapa bulan mengingat perlunya kesepakatan tingkat staf di kedua belah pihak, diikuti oleh persetujuan parlemen di Sri Lanka dan persetujuan oleh dewan eksekutif IMF," ujar pihak Moody's.
Masih pada hari Kamis, Fitch Ratings menurunkan penilaiannya terhadap Sri Lanka menjadi "restricted default" setelah masa tenggang untuk pembayaran telah berakhir.
Peringkat kredit dimaksudkan untuk membantu investor memahami tingkat risiko yang mereka hadapi saat membeli instrumen keuangan, dalam hal ini utang suatu negara atau obligasi negara.
Bulan lalu, lembaga pemeringkat kredit S&P dan Fitch memperingatkan Sri Lanka akan gagal bayar utangnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.