Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gagal Bayar Utang, Gubernur Bank Sentral Sri Lanka: Sampai Ada Restrukturisasi, Kami Tidak Bisa Membayar

Kompas.com - 20/05/2022, 09:45 WIB
Isna Rifka Sri Rahayu,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

Sumber BBC

JAKARTA, KOMPAS.com - Sri Lanka telah gagal membayar utang untuk pertama kali dalam sejarah.

Dilansir dari BBC, Jumat (20/5/2022), gagal bayar ini terjadi setelah Sri Lanka tidak dapat membayar bunga utangnya sebesar 78 miliar dollar AS setelah masa tenggang 30 hari.

Gubernur Bank Sentral Sri Lanka P Nandalal Weerasinghe mengatakan, Sri Lanka kini dalam kondisi pre-emptive default.

Baca juga: Inilah Dinasti Politik yang Bikin Sri Lanka Bangkrut dalam 30 Bulan

Gagal bayar terjadi ketika pemerintah tidak dapat memenuhi sebagian atau seluruh pembayaran utang mereka kepada kreditur.

Kemudian pada Kamis kemarin, dua lembaga pemeringkat kredit terbesar di dunia juga mengatakan Sri Lanka telah gagal bayar.

Baca juga: Gagal Bayar Utang, Sri Lanka Dapat Bantuan Rp 8,7 Triliun dari Bank Dunia

Saat ditanyai, Gubernur Bank Sentral Sri Lanka menjelaskan, negaranya baru dapat membayar utang apabila dilakukan restrukturisasi utang.

"Bisa jadi ada definisi teknis... dari sisi mereka bisa dianggap default. Posisi kami sangat jelas, sampai ada restrukturisasi utang, kami tidak bisa membayar," ujarnya dikutip dari BBC, Jumat (20/5/2022).

Baca juga: Sri Mulyani Pastikan Nasib RI Tak Seperti Sri Lanka, Sebut Penarikan Utang Susut 55,6 Persen

Gagal bayar utang dapat merusak reputasi suatu negara di mata investor, mempersulit peminjaman uang yang dibutuhkannya di pasar internasional, yang selanjutnya dapat merusak kepercayaan pada mata uang dan ekonomi suatu negara.

Oleh karenanya, saat ini Sri Lanka sedang berupaya untuk merestrukturisasi utangnya sebesar lebih dari 50 miliar dollar AS yang harus dibayar kepada kreditur asing agar lebih mudah untuk dibayar.

Baca juga: Utang RI Tembus Rp 7.000 Triliun, Apa Siasat Sri Mulyani agar Tak Bangkrut seperti Sri Lanka?

 

Penyebab gagal bayar Sri Lanka

Selama pandemi Covid-19, negara yang terletak di Asia Selatan ini terpukul keras ekonominya. Kenaikan harga energi dan pemotongan pajak juga turut menekan perekonomian.

Hal tersebut menyebabkan Sri Lanka kekurangan mata uang asing serta inflasi yang melonjak yang berbuntut pada kekurangan obat-obatan, bahan bakar, dan kebutuhan pokok lainnya.

Sri Lanka telah memulai pembicaraan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) mengenai bailout dan perlu menegosiasikan kembali perjanjian utangnya dengan kreditur.

Kemudian pada Kamis, seorang juru bicara IMF mengatakan, rangkaian pembicaraan saat ini tentang program pinjaman potensial yang diperkirakan selesai pada Selasa.

Lembaga pemeringkat kredit Moody's mengatakan pihaknya mengharapkan Sri Lanka pada akhirnya mencapai kesepakatan mengenai bailout IMF.

"Namun, penyelesaian program kemungkinan akan memakan waktu beberapa bulan mengingat perlunya kesepakatan tingkat staf di kedua belah pihak, diikuti oleh persetujuan parlemen di Sri Lanka dan persetujuan oleh dewan eksekutif IMF," ujar pihak Moody's.

Masih pada hari Kamis, Fitch Ratings menurunkan penilaiannya terhadap Sri Lanka menjadi "restricted default" setelah masa tenggang untuk pembayaran telah berakhir.

Peringkat kredit dimaksudkan untuk membantu investor memahami tingkat risiko yang mereka hadapi saat membeli instrumen keuangan, dalam hal ini utang suatu negara atau obligasi negara.

Bulan lalu, lembaga pemeringkat kredit S&P dan Fitch memperingatkan Sri Lanka akan gagal bayar utangnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber BBC
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com