Oleh: Andreas Dymasius*
TIDAK sedikit masyarakat Indonesia sampai saat ini masih sulit dalam mengakses bantuan hukum. Hal tersebut juga didorong dengan kesadaran masyarakat akan bantuan hukum (access to law and justice) yang cenderung memprihatinkan.
Supra (2005) dalam penelitannya mengenai Kerangka Kerja untuk Penguatan Akses Hukum dan Keadilan di Indonesia menjelaskan bahwa pengetahuan hukum di Indonesia masih rendah, dan secara kuantitatif 56 persen masyarakat tidak dapat menunjukkan satu contoh hak yang mereka miliki.
Selain itu, juga munculnya pola pikir bahwa biaya penanganan proses perkara dalam ranah hukum yang sangat tinggi sehingga membuat masyarakat semakin enggan menempuh proses pengadilan dan menerima perlakuan tanpa melakukan banding.
Padahal, UUD 1945 Pasal 28D ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Lebih lanjut, Pasal 28 H ayat (2) juga menjelaskan bahwa setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
Oleh karena itu, guna membantu masyarakat menghadapi permasalahan hukum, Melvin Sumapung bersama Ahmad F. Assegaf dan Muh. Husein, mendirikan sebuah startup layanan hukum bernama Justika. Hadir sebagai platform layanan hukum yang melayani berbagai jenis permasalahan hukum, Justika telah mengatasi berbagai kasus mulai dari perkawinan, hutang piutang, waris, bisnis, kontrak usaha, ketenagakerjaan, pertahanan, pidana, dan lain sebagainya.
Namun, bagaimana inovasi yang dilakukan dapat membantu masyarakat Indonesia? Apa yang mendorong terbentuknya platform bantuan hukum, serta bagaimana layanan ini dapat memberikan nilai lebih tidak hanya bagi masyarakat, tetapi juga bisnis?
Simak rangkuman petikan wawancara bersama Melvin Sumapung (MS) dalam mendirikan Justika, platform bantuan hukum yang inklusif bagi masyarakat Indonesia sejak tahun 2016, yang juga merupakan salah satu portofolio investasi Skystar Capital.
Apa yang memotivasi Anda mendirikan Justika? Apakah ada inspirasi yang mendorong terciptanya Justika?
MS: Saya pernah bekerja di salah satu perusahaan yang memiliki persoalan birokrasi perizinan yang berbelit-belit. Tidak adanya orang hukum yang mengerti mengenai proses perizinan dan administrasi, menjadikan proyek-proyek yang harusnya dapat diselesaikan dengan cepat, memakan waktu lebih lama. Ketidaktahuan mengenai hukum ini dapat memengaruhi banyak hal, termasuk dalam melakukan pekerjaan yang seharusnya dapat berdampak bagi banyak orang.
Hingga ketika saya bekerja di sebuah perusahaan startup yang mengizinkan untuk membuat suatu produk, saya memilih bidang hukum. Hal ini juga didorong oleh riset yang saat itu saya temukan, bahwa 55 juta orang Indonesia menghadapi masalah hukum yang signifikan, dan 71 persen dari mereka menyerah dalam mencari solusi akibat akses yang sulit didapatkan. Karena mereka menganggap masalahnya harus lebih serius sehingga mau berjuang, perasaan tidak percaya diri, dan benar-benar tidak tahu harus melakukan apa. Melihat permasalahan ini, kami mencoba mengambil bagian untuk menjadi solusi dari masalah itu.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.