SAAT krisis finansial global menerjang dunia tahun 2007-2009 dengan dampak setara pandemi sekarang, ada beberapa perusahaan yang tak hanya bertahan. Perusahaan-perusahaan itu juga mencatat resiliensi serta kenaikan kinerja hingga tiga kali lipat!
Hasil riset Delta Partner (2020) memperlihatkan, penurunan tajam mulai terjadi di triwulan IV tahun 2007, ketika mayoritas perusahaan melanting jatuh ke angka raihan minus dengan kurva negatif terdalamnya pada triwulan I tahun 2009.
Akan tetapi, perusahaan dengan kepemimpinan pengalaman pelanggan (customer experience/CX) yang lebih tinggi, sekalipun masuk kurva minus, tetapi daya tahannya tetap tiga kali lipat lebih kuat. Artinya keuangan ikut minus, tetapi tidak terperosok begitu dalam.
Perusahaan dengan CX kuat tersebut justru paling pertama keluar krisis saat itu dengan keuangan positif sejak triwulan III 2009, serta terus menanjak pada triwulan berikutnya dengan puncaknya terjadi pada triwulan IV 2010. Pada saat bersamaan, perusahaan tanpa kepemimpinan CX kuat, baik di triwulan III 2009 maupun triwulan IV 2010, masih tetap berada dalam fase krisis keuangan negatif.
Baca juga: Berikan Pengalaman Pelanggan Terbaik, PGN Fokus Bangun Sistem Digital
Singkatnya, saat resesi maupun pemulihan, daya tahan organisasi dengan kekuatan CX terbukti lebih tangguh.
Bagaimana itu bisa terjadi? Sebelum dijawab, penulis akan memberikan dulu gambaran singkat definisi CX merujuk studi literatur global yang dipadukan pengalaman praktis penulis di bidang digital selama lebih dari tiga dekade.
Customer experience adalah hasil interaksi pelanggan dengan multi-aspek dari perusahaan, yang menjadi persepsi dan perasaan pelanggan dalam keterlibatan pelanggan (secara kognitif, emosional, perilaku, sensorik, dan sosial) dengan perusahaan (baca: karyawan, sistem, saluran, dan produk) selama seluruh perjalanan pelanggan.
Definisi ini saja tentu tidak cukup. Mari kita tajamkan bahwa konteks customer experience dalam tulisan ini adalah manakala seluruh aspek perusahaan itu bisa bertemu dengan harapan pelanggan, atau satu katanya pelanggan dengan perusahaan.
Pada titik inilah terjadinya keselarasan antara CX dengan salah satu target pemerintah kita terutama dalam jangka menengah dan panjang: Indonesia 2045 sebagai negara jasa, dengan bertumpu pada pilar kreativitas, digital, dan industri turis.
Ada beberapa alasan yang melandasinya. Pertama, kita semua pasti makin paham bahwa komoditas atau hasil sumber daya alam cenderung menurun secara kuantitas dan kualitas. Komodifikasi berulang yang mendekati jenuh, simultan dengan hiperkompetisi di dalamnya, akan membuat komoditas produk terus mengalami penurunan nilai.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.