JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan ada 4.555 temuan yang memuat 6.011 permasalahan dengan nilai Rp 31,34 triliun dalam APBN 2021.
Hal itu diungkapkan oleh Ketua BPK Isma Yatun ketika menyerahkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2021 kepada Ketua DPR pada Selasa (24/5/2022).
Adapun IHPS merupakan ringkasan dari 535 laporan hasil pemeriksaan (LHP), terdiri atas 3 LHP Keuangan, 317 LHP Kinerja, dan 215 LHP Dengan Tujuan Tertentu. IHPS.
"BPK mengungkap 4.555 temuan yang memuat 6.011 permasalahan sebesar Rp 31,34 triliun dalam pemeriksaan BPK di semester II tahun 2021," kata Isma Yatun dalam Rapat Paripurna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.
Baca juga: BPK: Dana Rp 289,85 Miliar Program Kartu Prakerja Salah Sasaran
Isma Yatun mengungkapkan, permasalahan yang diungkap terdiri dari 3.173 permasalahan berkaitan dengan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan (3E) sebesar Rp 1,64 triliun.
Kemudian 1.720 permasalahan merupakan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan sebesar Rp 29,70 triliun, dan 1.118 permasalahan terkait kelemahan sistem pengendalian intern (SPI).
"Dalam permasalahan 3E, 95,9 persen atau 3.043 permasalahan adalah ketidakefektifan sebesar Rp 218,56 miliar, 127 permasalahan ketidakhematan sebesar Rp 1,42 triliun, dan 3 permasalahan ketidakefisienan sebesar Rp 1,59 miliar," bebernya.
Dia menuturkan, IHPS II Tahun 2021 juga memuat hasil pemeriksaan tematik atas dua prioritas nasional sesuai Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2021, yaitu penguatan ketahanan ekonomi dan pembangunan sumber daya manusia.
Baca juga: Soal Penyebab Banjir Rob Semarang, Pemerintah Sebut karena Ketinggian Pasang Air Laut Ekstrem
Pemeriksaan tematik tersebut terdiri atas 256 pemeriksaan kinerja dan 38 pemeriksaan DTTKepatuhan yang dilaksanakan pada 35 objek pemeriksaan pemerintah pusat, 256 objek pemeriksaan pemerintah daerah, dan 3 objek pemeriksaan BUMN.
"Dalam pemeriksaan tematik ini, BPK mengungkap 2.427 temuan dengan 2.805 permasalahan sebesar Rp 20,23 triliun,” jelas Isma Yatun.
Lebih rinci, hasil pemeriksaan prioritas nasional penguatan ketahanan ekonomi mengungkap beberapa permasalahan. Pertama, kebijakan penyelenggaraan pelayanan perizinan pada Kemendagri belum seluruhnya dirumuskan dan ditetapkan sesuai UU Cipta Kerja dan turunannya.
Kedua, mekanisme verifikasi dan sistem informasi pengelolaan permohonan belum dapat menjamin kelayakan penerima insentif perpajakan PC-PEN.
"Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) belum memiliki fungsi koordinasi yang terpusat dalam pengelolaan insentif atau fasilitas perpajakan," tandasnya.
Baca juga: IHSG dan Rupiah Kompak Menguat pada Penutupan Sesi I Perdagangan
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.