Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Said Abdullah
Ketua Badan Anggaran DPR-RI

Ketua Badan Anggaran DPR-RI. Politisi Partai Demoraksi Indonesia Perjuangan.

Menakar Risiko Fiskal 2023

Kompas.com - 26/05/2022, 10:37 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Tanggal 20 Mei 2022, pemerintah yang diwakili Menteri Keuangan menyampaikan Kebijakan Ekonomi Makro, dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) dalam Sidang Paripurna DPR RI, untuk selanjutkan dibahas lebih lanjut antara Badan Anggaran DPR RI dengan Menteri Keuangan dan Kepala Bappenas, Gubernur Bank Indonesia serta Kepala BPS.

KEM PPKF semacam outline dan pokok-pokok pikiran atas arah dan postur APBN 2023.

Kesepakatan KEM PPKF antara DPR dan pemerintah akan menjadi dasar bagi Presiden Jokowi untuk menyampaikan Nota Keuangan APBN 2023 ke DPR pada Agustus nanti.

Perkiraan pemerintah, risiko eksternal akan berpengaruh besar terhadap ekonomi kita tahun depan.

Risiko eksternal seperti stagflasi, yakni lonjakan inflasi global akibat kenaikan harga berbagai komoditas, sekaligus jurang resesi di beberapa kawasan.

Selain itu, respons kebijakan global atas inflasi tinggi dengan percepatan pengetatan kebijakan moneter global, khususnya di Amerika Serikat (AS) membuat cost of fund makin mahal.

Perang Rusia – Ukraina juga telah menyebabkan disrupsi sisi produksi/supply yang sangat besar, mengakibatkan bukan hanya kenaikan ekstrem tinggi harga-harga komoditas global, tetapi juga kelangkaan pasokan.

Pendek kata, dengan mengutip perkiraan PBB, Menteri Keuangan mengingatkan dunia menghadapi peningkatan kerentanan terhadap krisis pangan, krisis energi, dan krisis keuangan.

Peringatan pemerintah ada benarnya. Tantangan kita kedepan begitu rumit, kompleksitas persoalan saling berkelindan antara ekonomi dan non ekonomi.

Bahkan persoalan muncul dari hal yang tidak pernah kita duga sebelumnya meskipun horison pengetahuan telah diperluas oleh para analis dan pengambil kebijakan publik.

Oleh sebab itu, kita tidak boleh lengah dan berprasangka sumber masalah terbesar dari luar.

Seperti pepatah kuman di seberang lautan begitu tampak, namun gajah dipelupuk mata tak tampak.

Perlu kiranya kita bersejajar dengan cermin dari segala sudut. Agar obervasi kita akurat menelusuri untuk menemukan detail masalah ekonomi domestik.

Paling fundamental tentu saja kita gagal mempertahankan posisi sebagai negara yang kuat di pangan dan energi. Kita pernah menjadi negara swasembada pangan dan pengekspor minyak bumi.

Kita tidak bisa mempertahankan keberlangsungan dan menjaga transformasi agar tetap mandiri pangan dan energi.

Tentu ini terjadi dari proses yang panjang. Buahnya kita petik belakangan ini, saat krisis pangan dan energi mengancam, resiliensi kita juga rendah, sehingga meningkatkan risiko yang kompleks.

Pada sektor hilir, belakangan ini kita malah tidak sesegera mungkin melanjutkan reformasi subsidi dan konversi energi.

Pascakonversi energi dari minyak tanah ke LPG sejak tahun 2007, kita tidak berbenah lebih cepat lagi.

Kita mengetahui pula skema subsidi LPG dan listrik yang tidak tepat sasaran sekaligus mahal.

Reformasi subsidi energi telah menjadi kesepakatan rapat Badan Anggaran DPR dengan pemerintah sejak April tahun lalu, realisasinya tidak kunjung disegerakan hingga kini oleh kementerian terkait.

Hal serupa terjadi pada sektor pangan. Kunci penting bagi swasembada pangan adalah lahan, pengairan, bibit, pupuk, dan teknologi dan infrastruktur pendukung.

Presiden Joko Widodo menargetkan 4,5 juta ha lahan dapat menjadi penopang pangan produktif.

Namun birokrasi kita lambat mencapai output, dari target 4,5 ha, baru 1,2 juta ha (26,6 persen) lahan terdistribusi ke rakyat.

Kita juga lambat menyempurnakan kebijakan subsidi pupuk dan benih. Pendek kata, menjadi petani bukanlah cita-cita anak muda kita karena dianggap tidak menjanjikan kesejahteraan, dan profesi ini terus dekaden dari tahun ke tahun.

Berbeda dengan sektor pangan dan energi, pascakrisis keuangan tahun 1998, kita terus memperbaiki sistem keuangan yang berkelanjutan ditambah administratur yang konsisten dan cakap.

Kombinasi keduanya membuat sistem keuangan kita relatif tahan turbolensi, terbukti kita selamat dari guncangan krisis ekonomi 2008-2009.

Menghadapi pandemi covid-19, sistem keuangan kita malah menopang pemulihan pada sektor riil.

Meskipun begitu, kita tidak berpuas diri, tantangannya bagaimana menempatkan sistem keuangan kita mitigatif dan adaptif terhadap perubahan global dan domestik.

Fokus kebijakan

Pada tahun 2023, secara mandatoris APBN kita akan kembali ke defisit di bawah tiga persen PDB. Artinya gap belanja dan pendapatan negara tidak lagi bisa selebar tiga tahun terakhir ini.

Jika pemerintah memerlukan banyak “amunisi” pada pos belanja, konsekuensinya pendapatan negara harus naik, dan pertumbuhan PDB harus terjaga dengan baik.

Tahun depan pemerintah menarget pertumbuhan PDB pada titik moderat 5,6 persen, dan inflasi terkendali ke posisi 3 persen.

Pemerintah juga membuat perencanaan yang cukup antisipatif dengan memperkirakan yield SBN yang tinggi di kisaran 7,34 sampai 9,16 persen.

Artinya prediksi terhadap tingginya beban bunga SBN dengan tenor 10 tahun sudah dipersiapkan sejak awal.

Terhadap perkiraan kurs rupiah ke dollar AS, pemerintah memperkirakan pada posisi moderat di level Rp 14.300 – Rp 14.800 per dollar AS.

Perhitungan yang antisipatif terlihat pada usulan pemerintah terhadap asumsi ICP di level 100 dollar AS per barel.

Langkah yang sama terlihat pada target litfing minyak bumi dan gas yang berada di worse scenario.

Usulan pemerintah target lifiting di level 619 ribu-680 ribu barel per hari untuk minyak bumi, dan 1,02 juta -1,11 juta barel setara minyak per hari untuk gas.

Meskipun perencanaan pemerintah terhadap asumsi ekonomi makro kita pada tahun depan cukup make sure, namun kiranya tidak lantas membuat kementerian dan lembaga, terutama di pos strategis seperti keuangan, energi, dan pangan tidak menganggap semuanya terantisipasi dengan baik dalam perencanaan.

Ketatnya mendapatkan likuiditas dan tingginya cost of fund tidak serta merta mudah menjatuhkan diri pada pembiayaan yang mahal, pemerintah harus kreatif membuka opsi-opsi lainnya.

Justru dengan bekal amunisi baru melalui Undang-undang Harmonisasi Perpajakan, Undang-undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, dan keberadaan Lembaga Pengelola Investasi (LPI), pemerintah bisa menunjukkan kinerja mobilitas pendapatan dan investasi yang makin baik, serta ruang fiskal yang makin lebar tahun depan.

Hal serupa juga perlu kita ingatkan pada Kementerian ESDM. Krisis energi menjadi ancaman yang serius.

Walau di tingkat perencanaan, target litfing minyak dan gas bumi rendah. Kita harapkan realisasinya jauh lebih baik dari perencanaan.

Berbagai proyek pembangunan kilang minyak bumi kita harapkan mampu mengamankan kebutuhan minyak domestik.

Realisasi investasi pada sektor hulu migas yang meningkat pada tahun lalu kita harapkan sesegera mungkin berkontribusi pada peningkatan lifting migas.

Pertamina dan PLN yang menjadi lini depan sektor energi bisa terus melakukan bertransformasi, bisa makin efisien, dan menjadi penggerak energi baru dan terbarukan.

Target bauran energi baru dan terbarukan pada tahun depan kita harapkan meningkat dengan nyata.

Asumsi ICP pada tahun depan kita perkirakan masih di level yang tinggi. Hal ini mengandaikan beban subsidi dan kompensasi energi juga masih akan tinggi.

Langkah efektif dan efisien untuk kebijakan subsidi energi menjadi kebutuhan penting.

Pemerintah menjanjikan subsidi LPG 3 Kg dengan skema tertutup, dan melakukan validasi serta integrasi data ke Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) untuk penerima subsidi listrik. Kita perlu menagih realisasi reformasi subsidi LPG dan listrik tersebut.

Terakhir terkait urusan pangan. Disrupsi supply pangan global menjadi risiko sangat serius. Kepentingan kita untuk memiliki sistem logistik pangan nasional belum tercapai dengan baik.

Lebih menyedihkan, suplai pangan strategis kita jadi alat berburu rente, terlihat berbagai penangkapan aparat penegak hukum pada oknum pejabat yang berwenang mengeluarkan lisensi impor dan ekspor pangan.

Kita harapkan program food estate yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi menjadi bantalan suplai pangan nasional.

Tahun lalu kita mengalokasikan Rp 99 triliun untuk ketahanan pangan nasional, tahun ini anggaran ketahanan pangan mencapai Rp 92,2 triliun.

Harusnya investasi ini menghasilkan buah yang sepadan pada tahun depan. Sehingga kita tidak risau atas risiko ancaman ketersendatan suplai pangan kita yang ditopang dari impor.

Sebaliknya kita bisa mengamankan lumbung pangan kita sendiri dan berkontribusi pada suplai pangan dunia.

Terhadap pangan impor yang belum tersubtitusi, melalui posisi strategisnya di G20, maupun kerjasama bilateral, kita harapkan pemerintah bisa mendapatkan keuntungan strategis untuk mengamankan pasokan pangan nasional.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Spend Smart
Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Whats New
Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Whats New
Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Whats New
Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com