Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terjadi Gelombang PHK di "Startup", Tanda Fenomena "Bubble Burst"?

Kompas.com - 29/05/2022, 15:43 WIB
Rully R. Ramli,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam kurun waktu sepekan, sejumlah perusahaan rintisan atau startup Tanah Air dikabarkan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawannya.

Kabar pengurangan karyawan awalnya datang dari platform edutech Zenius, kemudian disusul platform keuangan digital LinkAja, hingga teranyar platform e-commerce JD.ID.

Berdekatannya jarak PHK antara ketiga perusahaan tersebut membuat sejumlah pihak beranggapan, saat ini tengah terjadi fenomena bubble burst atau ledakan gelembung startup Tanah Air.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, fenomena technology bubble burst bukan suatu hal yang mustahil terjadi di Tanah Air.

Baca juga: Dalam Sepekan, JD.ID, LinkAja, dan Zenius Mem-PHK Karyawannya

Menurutnya, setidaknya terdapat 5 penyebab utama perusahaan rintisan ramai-ramai melakukan PHK terhadap karyawannya.

Pertama, produk yang kalah bersaing, sehingga kehilangan pangsa pasar atau market share secara signifikan, mengingat saat ini startup terus bermunculan.

Kemudian, perusahaan rintisan juga dinilai mulai kesulitan mencari pendanaan baru akibat investor lebih selektif memilih perusahaan.

"Faktor makro ekonomi secara global penuh ketidakpastian, sehingga investor menghindari pembelian saham startup yang persepsi risikonya tinggi," kata Bhima, kepada Kompas.com, Minggu (29/5/2022).

Bhima menilai, pasar mulai jenuh dan sangat sensitif terhadap promo dan diskon, di mana jika aplikasi tidak memberikan diskon maka pengguna akan menurun drastis.

Terakhir, dengan semakin meredanya penyebaran Covid-19, aktivitas masyarakat kembali pulih, sehingga saat ini transaksi tidak hanya dilakukan secara daring saja.

"Tech bubble bukan sesuatu yang mustahil," ujar Bhima.

Baca juga: JD.ID Buka Suara soal Kabar PHK Karyawan

Sementara itu, Peneliti Ekonomi Digital Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menyebutkan, saat ini perusahaan rintisan masih berkegantungan kepada pendanaan guna menjalankan bisnisnya.

"Makanya ketika gagal mendapatkan pendanaan, biasanya mereka akan kelimpungan hingga tidak bisa beroperasi secara normal," kata dia.

Oleh karenanya, Nailul mengatakan bahwa pengurangan tenaga kerja menjadi salah satu opsi yang kerap diambil perusahaan rintisan untuk memperbaiki kondisi keuangannya.

Melihat kondisi tersebut, perusahaan rintisan dinilai perlu untuk segera mengubah model bisnisnya, dengan tidak lagi tergantung kepada pendanaan.

"Saya khawatir kalau semakin sedikit pendanaan, kemudian startup semakin banyak dan eksponensial bisa terjadi bubble," ucapnya.

Baca juga: Dari LinkAja hingga Zenius, Inilah Deretan Perusahaan Start-up yang PHK Karyawannya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com