Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Mulai Soroti Penerimaan Negara dari Cukai untuk Cegah Pengemplang Pajak

Kompas.com - 31/05/2022, 05:05 WIB
Ade Miranti Karunia,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi (Stranas PK) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memasukkan isu optimalisasi penerimaan negara dari cukai sebagai sub Aksi Pencegahan Korupsi dalam Stranas Tahun 2021-2022.

Koordinator Harian Sekretariat Nasional Stranas PK-KPK Herda Helmijaya mengatakan bahwa selama 2021-2022, Stranas PK mencoba untuk melihat optimalisasi penerimaan negara dari bukan pajak (PNBP).

"Peningkatan penerimaan negara melalui pembenahan penerimaan negara bukan pajak dan cukai itu masuk dalam fokus aksi Stranas PK," ujarnya secara tertulis, Senin (30/5/2022).

Baca juga: Minuman Berpemanis Dikenakan Cukai, Penerimaan Negara Bisa Naik Jadi Rp 6,25 Triliun

Lebih lanjut kata dia, pengaturan optimalisasi penerimaan negara dari cukai khususnya untuk industri tembakau oleh Stranas PK tetap dikelola sejalan dengan empat pilar kebijakan cukai hasil tembakau yakni pengendalian konsumsi, tenaga kerja, penerimaan negara, dan peredaran rokok ilegal.

Oleh karena itu, Stranas PK-KPK saat ini terus mengawasi proses pembahasan peta jalan atau roadmap industri hasil tembakau yang telah mempertimbangkan keempat aspek tersebut. Herda bilang, roadmap industri tersebut harus sejalan dengan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) maupun daerah (RPJMD), kemudian diikuti oleh semua kementerian lembaga.

Baca juga: Penerimaan Negara dari Pengelolaan BMN Tembus Rp 801 Miliar

Sekjen Transparency International-Indonesia Danang Widoyoko menyoroti praktik penghindaran pajak sebagai penghambat optimalnya penerimaan negara. Dia menilai, upaya pemerintah yang telah merumuskan kebijakan simplifikasi atau penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau merupakan langkah yang tepat.

Meski dianggap upaya pemerintah tepat, masih banyak pengaturan dalam kebijakan hasil cukai yang saat ini masih menjadi celah penghindaran pajak yang dilakukan utamanya oleh perusahaan besar. Dengan ketentuan pembatasan produksi golongan 2 pada rokok mesin, dari dua miliar batang menjadi tiga miliar batang.

Serta selisih tarif cukai antara golongan yang sangat besar memicu perusahaan untuk melakukan penghindaran pajak sehingga penerimaan cukai tembakau saat ini belum optimal.

"Jadi kalau tidak diantisipasi, praktik penghindaran pajak ini makin marak. Penghindaran pajak itu bukan ilegal atau melanggar hukum. Ke depan bagaimana regulasi ini menutup celah-celah ini?" ujarnya.

Analis Kebijakan Badan Kebijakan Fiskal Febri Pangestu menjelaskan, dari sisi pengendalian konsumsi, kebijakan tarif cukai hasil tembakau ditujukan agar harga rokok semakin tidak terjangkau. Selain itu, penyederhanaan struktur tarif cukai merupakan upaya dalam mencegah praktik penghindaran pajak.

"Dari sisi penerimaan, secara perhitungan, pasti naik. Tetapi, kita tetap mendukung persaingan usaha yang sehat. Jadi secara perkiraan, penyederhanaan struktur tarif cukai pasti akan mendukung kepatuhan hukum dan mengurangi penghindaran pajak," kata dia.

Baca juga: Sri Mulyani Proyeksi Penerimaan Negara Naik 16,3 Persen, Tembus Rp 1.916 Triliun

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com