Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Siswanto Rusdi
Direktur The National Maritime Institute

Pendiri dan Direktur The National Maritime Institute (Namarin), sebuah lembaga pengkajian kemaritiman independen. Acap menulis di media seputar isu pelabuhan, pelayaran, kepelautan, keamanan maritim dan sejenisnya.

Menyigi Geliat Pelabuhan Kendal

Kompas.com - 02/06/2022, 06:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dan, ini terbukti. Paling tidak, ada komitmen untuk berbisnis pelabuhan di Indonesia dari marketing yang mereka lancarkan.

Salah satunya, ya itu tadi, keinginan Singapura untuk masuk ke pelabuhan Kendal. Salah duanya, kerja sama antara Maspion dan DP World dalam pengembangan pelabuhan/terminal milik konglomerat Alim Markus, sang pemilik Maspion, di Jawa Timur.

Kesepakatan ini tidak bisa dilepaskan dari sentuhan tangan Menko Marves Luhut. Konon, proyek di Manyar, Gresik, ini batal. Entahlah.

Yang menjadi masalah, ini juga kalau disepakati sebagai masalah, marketing yang dilakukan para menteri sering tidak melibatkan BUMN pelabuhan.

Karenanya, manakala marketing yang jalankan akhirnya berwujud proyek fisik, mereka acap kali dibangun tepat di bawah hidung perusahaan pelat merah.

Parahnya, fasilitas yang dikembangkan pun sama dengan apa yang ada di pelabuhan BUMN tadi (terminal peti kemas, general cargo atau terminal kendaraan).

Terjadilah persaingan di antara keduanya. Bukan persaingan tidak boleh. Namun persaingan ini tidak perlu dan sepenuhnya bisa dihindari.

Apa susahnya sih para menteri itu pada saat memasarkan peluang bisnis pelabuhan yang dipasarkan terminal/pelabuhannya BUMN?

Dengan mendatangkan investasi (asing) lalu membangun pelabuhan baru dengan uang itu dan fasilitas yang dibangun fitur-fiturnya mirip dengan apa yang ada di pelabuhan existing pastinya menimbulkan redundansi yang berujung pada oversupply atau overcapacity terminal atau pelabuhan. Hal ini terjadi khususnya terjadi di pulau Jawa.

Ambil contoh terminal peti kemas. Saat ini total kapasitas terminal peti di pulau Jawa sekitar 14.663.342 twenty foot equivalent unit (TEU).

Perinciannya, Pelabuhan Tanjung Priok 5.500.000 TEU. Berasal dari empat terminal peti kemas masing-masing JICT (2,5 juta TEU), TPK Koja (1 juta TEU), NPCT-1 1,5 juta TEU dan Mustika Alam Lestari 400.000 TEU. Tidak ketinggalan, terminal 3 (800.000 TEU).

Lalu, di Semarang, Jawa Tengah. Di kota ini terdapat pelabuhan Tanjung Emas yang juga mengoperasikan terminal kontainer. Kapasitasnya 1.577.417 TEU.

Bergeser sedikit lebih ke timur, tepatnya di kota Surabaya, terdapat terminal peti kemas Surabaya yang berkapasitas 2.776.248 TEU.

Di samping TPS, di pelabuhan Tanjung Perak juga terdapat terminal peti kemas lain seperti Terminal Jamrud (101.151 TEU), Terminal Mirah (235.233 TEU) dan Terminal Nilam (543.322 TEU). Ada pula Terminal Berlian dengan kapasitas 1.499.987 TEU.

Last but not least ada Terminal Teluk Lamong dengan kapasitas 1.629.984 TEU.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com