Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Penipuan di Perusahaan Banyak Dilakukan oleh Karyawan, Ini 3 Faktor Penyebabnya

Kompas.com - 06/06/2022, 10:40 WIB
Yohana Artha Uly,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perusahaan-perusahaan di Indonesia sebagian besar mengalami penipuan (fraud) yang disebabkan oleh pihak internal, utamanya dilakukan oleh karyawan. Hal ini berdasarkan studi yang dilakukan Kroll, perusahaan konsultan investigasi dan risiko.

Studi ini dilakukan Kroll bersama Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) sepanjang Februari-Juli 2021. Terdapat 241 perusahaan di RI yang menjadi responden, baik swasta maupun milik pemerintah, dengan level menengah ke atas atau sudah beroperasi lebih dari 6 tahun.

Survei tersebut menunjukkan bahwa penipuan paling sering dilakukan oleh pihak internal perusahaan, dengan 83 persen responden menyatakan kasus kecurangan dilakukan oleh karyawan.

Baca juga: Blokir Ribuan Investasi Ilegal, PPATK: Ada yang Menuduh sebagai Penyebab Fraud...

Terdapat beberapa modus kecurangan yang dilakukan, paling sering berbentuk penyuapan, lalu penggelapan dalam bentuk uang, pemalsuan dokumen hukum, dan mark up atau penggelembungan biaya.

Lalu apa saja yang menjadi faktor pendorong karyawan melakukan penipuan atau kecurangan terhadap perusahaan?

Managing Director, Forensic Investigations & Intelligence Kroll, Deni R. Tama mengatakan, berdasarkan teori fraud triangle oleh Cressey, terdapat 3 faktor yang menjadi penyebab utama terjadinya kecurangan yaitu peluang, motivasi, dan rasionalisasi.

"Jadi kalau faktor opportunity (peluang), itu karena kultur perusahaannya memang buruk, kontrolnya longgar, dan sebagainya yang menyebabkan peluang melakukan fraud itu gede," ujarnya dalam diskusi bersama Kompas.com, dikutip Senin (6/6/2022).

Sementara terkait motivasi, terdapat dua pendorong yaitu insentif dan tekanan (pressure) yang dialami karyawan. Pada insentif, karyawan terdorong melakukan kecurangan karena bisa mendapatkan uang yang lebih banyak, dan semakin sering melakukannya maka semakin besar insentif yang didapatkannya.

Sedangkan pada dorongan melakukan penipuan karena tekanan, yaitu misalnya dia tertekan oleh isu bahwa ada anggota keluarga yang sakit, atau punya banyak anggota keluarga yang perlu ditopang, atau bahkan karena memiliki hobi yang mahal sehingga membutuhkan pemasukan yang lebih.

"Motivasi itu, selain insentif, adanya pressure, karena dia tertekan isu yang terpaksa mengeluarkan uang banyak," kata Deni.

Baca juga: Pendaftar Sekolah Kedinasan Lanjut Tahap SKD, Kementerian PAN-RB: Tidak Ada Ruang Kecurangan

Kemudian faktor rasionalisasi, yang umumnya penipuan dilakukan oleh karyawan dengan status sosial yang baik, bahkan belum pernah melakukan kejahatan sebelumnya. Mereka menggunakan rasionalisasi untuk membenarkan perbuatan curang yang dilakukan terhadap perusahaan.

Misalnya, menerima penyuapan karena merasa tidak merugikan pihak mana pun, atau mengambil uang perusahaan dengan pemikiran bahwa selama ini sudah melakukan pekerjaan hingga lembur namun tidak pernah dibayar, sehingga merasa wajar melakukan kecurangan pada uang perusahaan.

"Jadi ada 3 faktor, yakni oppurtunity, motivasi, dan rasionalisasi, itu yang banyak sekali berperan dalam terjadinya fraud," ungkapnya.

Deni menambahkan, kecurangan pada dasaranya selalu ada di setiap perusahaan, tak mungkin nol kejadian. Namun, hal yang bisa dilakukan perusahaan adalah menekan potensi dan jumlah kejadiannya dengan melakukan pencegahan.

Ia menilai, pencegahan bisa dilakukan dengan memiliki manajemen risiko yang baik, mulai dari kemampuan atasan dalam memimpin, struktur dan kultur perusahaan yang baik juga sehat, serta penggunaan teknologi yang mumpuni untuk mendeteksi potensi kecurangan sejak dini. Selain itu diperlukan pula tim untuk melakukan investigasi.

"Ketika pencegahannya gagal, kemudian terdeteksi (ada fraud), dan perlu dilakukan respons, maka invetigasi itu sangat penting, karena kita tidak pernah tahu bahwa kasus itu implikasinya akan sebesar apa pada perusahaan dan siapa yang terlibat. Saran kami, investigasi perlu dilakukan secara serius dan berbasis teknologi, investigasi tidak bisa lagi dilakukan dengan pendekatan manual," papar Deni.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com