Sementara itu, Analis Kebijakan Badan Kebijakan Fiskal Febri Pangestu mengakui, urgensi dari pengendalian konsumsi tembakau di Indonesia fokus terhadap sisi prevalensi perokoknya. Hal ini dipicu oleh harga rokok yang relatif murah dan banyaknya loophole dari kebijakan cukai rokok yang berlaku.
"Kebijakan cukai pemerintah diupayakan mencapai titik optimal dari berbagai tujuan yakni pengendalian konsumsi, penerimaan negara, tenaga kerja dan petani tembakau, serta penindakan rokok ilegal," ujarnya.
Febri menjelaskan, struktur tarif cukai rokok di Indonesia masih kompleks karena dibedakan berdasarkan jenis dan jumlah produksi.
"Sebenarnya idealnya ketika kebijakan cukai itu ditujukan untuk pengendalian konsumsi, seharusnya tidak diperlukan lagi pembedaan tarif dari golongan. Yang disarankan adalah tarif seragam. Penggolongan juga tidak efektif dan tidak ideal untuk memisahkan pabrikan kecil dan besar. Menurut saya batasan produksi 3 miliar batang untuk menentukan golongan itu masih terlalu besar," jelas dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.