Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Marak Koperasi Bermasalah, Kemenkop UKM Dorong Revisi UU Perkoperasian

Kompas.com - 06/06/2022, 16:37 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) menyatakan revisi atas Undang-Undang (UU) tentang Perkoperasian perlu terus didorong hingga disahkan demi menggantikan UU Nomor 25 Tahun 1992.

Hal ini sebagai upaya menghadirkan ekosistem bisnis koperasi yang dinamis, adaptif, dan akomodatif bagi kebutuhan anggota dan masyarakat.

Deputi Bidang Perkoperasian Kemenkop UKM Ahmad Zabadi mengatakan UU Perkoperasian yang saat ini berlaku adalah UU Nomor 25 Tahun 1992 yang sudah berusia 30 tahun.

Ia bilang, substansi UU Perkoperasian saat ini cenderung ketinggalan, sehingga perlu diperbaharui agar sesuai dengan perkembangan zaman dan lingkungan strategis terkini.

“Seiring perubahan cepat dalam dunia usaha dan teknologi serta berbagai permasalahan yang terjadi maka diperlukan UU yang juga mampu mengakomodasi, menjawab perubahan tersebut, dan memperbaiki tata kelola perkoperasian," kata dia dalam siaran pers, dikutip Kompas.com, Senin (6/6/2022).

Baca juga: Pemerintah: G20 Bukan Forum untuk Selesaikan Perang

Dengan demikian, ia bilang, koperasi bisa bergerak lincah, modern, dipercaya, dan terutama memberikan kepastian hukum yang tegas terhadap setiap pelanggaran yang dapat menurunkan citra koperasi di kalangan masyarakat.

Ia menceritakan, fenomena yang terjadi akhir-akhir ini adalah munculnya koperasi-koperasi bermasalah sehingga persepsi koperasi di masyarakat kurang baik.

Berbagai permasalahan koperasi saat ini, Zabadi bilang antara lain adanya penyalahgunaan badan hukum koperasi untuk melakukan praktik pinjaman online ilegal dan rentenir dan penyimpangan penggunaan aset oleh pengurus.

Sementara di lain pihak, potensi anggota tidak dioptimalkan dan pengawasan yang belum berjalan maksimal.

Selain itu menurut dia, pelanggaran koperasi yang juga kerap terjadi dalam bentuk tidak adanya izin usaha simpan pinjam maupun izin kantor cabang.

“Banyak koperasi yang dikelola tidak sesuai dengan prinsip dan nilai koperasi. Pendidikan anggota dan kerja sama antar koperasi tidak diselenggarakan sebagaimana mestinya dan adanya ketergantungan koperasi terhadap dominasi pengurus. Padahal dalam koperasi peran anggotalah yang paling utama,” urai Zabadi.

Baca juga: Anggaran Pemetaan Potensi ASN yang Akan Pindah ke IKN Capai Rp 5,5 Miliar

Tak hanya itu, Zabadi memerinci, salah satu kendala yang juga banyak ditemukan dalam koperasi bermasalah saat ini adalah mekanisme pengajuan PKPU dan kepailitan oleh kreditur atau anggota koperasi.

Zabadi menyebut, hal ini belum diatur dalam UU sehingga menyulitkan anggota yang harus menghadapi proses PKPU dan pailit.

"Ribuan anggota koperasi bermasalah kini terkatung-katung menunggu proses pengembalian simpanannya yang rumit," ungkap dia.

Selain itu juga, Zabadi menyampaikan perlu adanya pengaturan sanksi pidana terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pengurus atau pengelola koperasi maupun pihak lain yang mengatasnamakan koperasi.

Adapun, pembubaran, penyelesaian, dan kepailitan koperasi akan turut diatur.

Lebih lanjut, Zabadi mengungkapkan, hal krusial lainnya adalah mempertegas regenerasi dan suksesi di koperasi dan mengatur pembatasan masa periode kepengurusan.

Selain itu, ia membeberkan perlu penguatan pengaturan pengelolaan koperasi berdasarkan prinsip syariah dan mendorong penjaminan simpanan anggota koperasi.

“UU Perkoperasian yang akan disusun bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap anggota, menghadirkan tata kelola koperasi yang baik dan akuntable, serta memberikan efek jera terhadap pelanggaran ketentuan peraturan sebagaimana diatur di dalam undang-undang perkoperasian,” tandas dia.

Baca juga: YLKI: Kenaikan Tiket Candi Borobudur Bukan untuk Konservasi tapi Komersialisasi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com