Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Ada Perpanjangan Masa Lapor Harta PPS, Hindari Potensi Kena Denda 200 Persen

Kompas.com - 06/06/2022, 19:09 WIB
Yohana Artha Uly,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menghimbau para wajib pajak untuk mengikuti Program Pengungkapan Sukarela (PPS). Batas waktu lapor harta dalam program ini akan berakhir pada 30 Juni 2022, sejak dimulai pada 1 Januari 2022 lalu.

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan, PPS merupakan kesempatan bagi para wajib pajak untuk mengungkapkan kewajibannya yang belum dilakukan secara sukarela, melalui pembayaran pajak penghasilan (PPh) berdasarkan pengungkapan harta.

Ia meminta untuk para wajib pajak segera melaporkan hartanya melalui PPS, sebab tidak akan ada perpanjangan waktu. Lantaran ketentuan masa PPS telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak.

Baca juga: Mau Lapor Harta Tahun 1983-2015 di PPS Tapi Tak Ikut Tax Amnesty Jilid I, Begini Solusinya

"Jadi saya mohon mumpung ada kesempatan, kita lihatkan bareng-bareng. Sederhana saja, kalau ada harta yang belum terlaporkan, silakan laporkan. Ini waktunya enggak akan diperpanjang, hanya 6 bulan," ujar Suryo dalam acara Tax Gathering 2022 Kanwil DJP Jakarta Selatan I di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin (6/6)

Menurutnya, jika sampai akhir 30 Juni 2022, wajib pajak tidak melaporkan hartanya melalui program PPS, maka akan dilakukan pemeriksaan. Ia bilang, pemeriksaan ini akan berdasarkan data yang dimiliki DJP seiring dengan terbitnya aturan terkait akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan yakni Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017.

"Jika ada harta yang belum terlaporkan silahkan deklarasikan. Kalau tidak ikut PPS dan tidak mendeklarasikan hartanya, ada kemungkinan kita pastikan periksakan," ungkapnya.

Dia menjelaskan, pabila terdapat wajib pajak yang tidak atau kurang dalam mengungkap harta pada saat pelaksanaan tax amnesty tahun 2016 dan PPS, maka akan ada konsekuensi pengenaan tarif pajak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Baca juga: Bingung Mau Ikut PPS atau Hanya Pembetulan SPT? Pertimbangkan Hal Ini

Pada Kebijakan I yakni bagi peserta tax amnesty, baik orang pribadi atau badan yang sampai dengan PPS berakhir masih terdapat harta yang belum dilaporkan pada saat mengikuti tax amnesty 2016, dan DJP menemukan harta lainnya yang diperoleh sampai 2015, baik itu harta baru kurang/belum diungkap saat tax amnesty, maka dikenakan beberapa tarif.

Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2017 maka tarif pajak yang akan dikenakan yakni 25 persen untuk PPh Badan, 30 persen untuk PPh Orang Pribadi, dan 12,5 persen untuk wajib pajak tertentu.

Selain itu, akan ditambah sanksi administratif perpajakan berupa kenaikan 200 persen dari PPh yang tidak atau kurang bayar, berdasarkan ketentuan sanksi menurut Undang-Undang Tax Amnesty.

Namun, jika wajib pajak pada Kebijakan I melakukan pelaporan harta sebelum masa PPS berakhir, maka hanya akan dikenakan ketentuan membayar PPh Final sebesar 11 persen untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri.

Lalu dikenai PPh Final 8 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri. Serta sebesar 6 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri yang diinvestasikan dalam SBN, hilirisasi, dan energi terbarukan.

Sementara pada Kebijakan II yakni bagi wajib pajak orang pribadi peserta PPS yang masih terdapat harta sepanjang 2016-2020 yang tidak diungkapkan, dan DJP menemukan harta yang belum terlaporkan itu, baik itu harta baru kurang atau belum diungkap, maka wajib pajak akan dikenakan PPh Final 30 persen dari harta bersih, serta sanksi bunga per bulan ditambah uplift factor 15 persen.

Ketentuan konsekuensi tersebut diatur berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang HPP dan Undang Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP).

Namun, bila wajib pajak yang melakukan pelaporan harta sepanjang 2016-2020 sebelum masa PPS berakhir, maka hanya akan dikenakan PPh Final 18 persen untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri.

Lalu dikenai PPh Final 14 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri. Serta sebesar 12 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri yang diinvestasikan dalam SBN, hilirisasi, dan energi terbarukan.

Suryo menambahkan, sampai dengan 5 Juni 2022 pukul 23.00 WIB, secara nasional sudah sebanyak 61.315 wajib pajak yang mengikuti PPS, dengan 71.950 surat keterangan.

Adapun dengan realisasi itu, nilai harta bersih yang diungkapkan mencapai Rp 125,2 triliun, dengan rincian deklarasi dalam negeri dan repatriasi sebesar Rp 108,8 triliun, investasi Rp 7,1 triliun, serta deklarasi luar negeri Rp 9,16 triliun.

"Jumlah penerimaan pajak dari program PPS saat ini sudah mencapai Rp 12,56 triliun," pungkas Suryo.

Baca juga: Tax Amnesty Tinggal 2 Bulan, Harta yang Diungkap Tembus Rp 79,13 Triliun

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com