Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilema Menteri-menteri Keuangan, Sri Mulyani Sampai "Dicurhati" Menkeu Turki dan Mesir

Kompas.com - 08/06/2022, 08:21 WIB
Fika Nurul Ulya,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku bertukar pikiran dengan Menteri Keuangan Turki dan Mesir dalam pertemuan Islamic Development Bank (IsDB) di Sham El Sheik, Mesir, beberapa waktu lalu.

Mereka membicarakan isu-isu yang membuat menteri-menteri keuangan dilema akibat kondisi global yang tak tentu arah, antara lain soal peningkatan inflasi. Selain krisis yang tengah dihadapi negara, tingginya inflasi juga dipengaruhi oleh perang Rusia-Ukraina.

"Yang terjadi sekarang ini adalah memang pemulihan ekonomi dunia berjalan, namun diiringi dengan kenaikan harga-harga komoditas yang melonjak sangat tinggi terutama semenjak bulan Februari terjadi serangan terhadap Ukraina oleh Rusia," kata Sri Mulyani dalam rapat bersama DPD RI di Jakarta, Selasa (7/6/2022).

Baca juga: Bulan April, Inflasi di Turki Melonjak Jadi 69,97 Persen, Tertinggi dalam Dua Dekade

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengatakan, Menteri Keuangan Turki, Nureddin Nubeti bercerita tentang inflasi di negaranya yang sudah tembus 74 persen.

Hal ini terjadi karena energi seperti BBM dan gas tidak disubsidi atau dikompensasi oleh negara. Akibatnya, kenaikan harga komoditas global langsung dirasakan oleh masyarakat dengan naiknya harga-harga energi.

"Inflasi di dalam negerinya 74 persen, bayangkan. Indonesia 3,5 persen. Mereka mengatakan bahwa harga-harga energi tidak di-absorb, sehingga pass through langsung naik ke atas. Harga-harga pangan meningkat," ungkap Sri Mulyani.

Baca juga: Gara-gara Perang Rusia-Ukraina, Harga Pangan di Mesir Meroket

Sementara itu, Menteri Keuangan Mesir Mohamed Maait bercerita turut merasakan kenaikan harga gandum dan minyak, meskipun Mesir memiliki gas.

Sama seperti Indonesia, pemerintah Mesir memutuskan untuk memberikan subsidi energi kepada warganya. Namun, defisitnya jauh lebih tinggi dibanding Indonesia.

"Untuk energi mereka masih absorb sehingga mereka jual dalam hal itu BBM-nya kira-kira sama dengan Indonesia, namun subsidinya tinggi sekali. Defisit di dalam APBN di atas 6 persen. Kita sekarang di 4,7 persen," ujar Sri Mulyani.

Baca juga: Tensi Geopolitik Picu Harga Minyak Mentah ke Level Tertinggi Sejak 2014

 

Tensi geopolitik sebabkan kenaikan ekstrem harga komoditas

Wanita yang karib disapa Ani ini menuturkan, cerita-cerita tersebut bertujuan untuk memberi perbandingan kondisi fiskal RI dengan negara sekitarnya.

Dia tidak memungkiri, konflik geopolitik menyebabkan landscape berubah drastis. Hal ini makin mengakselerasi kenaikan harga komoditas di seluruh dunia secara ekstrem.

"Oleh karena itu untuk Indonesia kita melihat situasi ini, kenaikan harga komoditas yang ekstrem di berbagai negara tidak mampu untuk di-absorb atau dalam hal ini kenaikan itu di-pass through atau diteruskan langsung ke perekonomian," sebut Ani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BCA Finance Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1 Semua Jurusan, Cek Syaratnya

BCA Finance Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1 Semua Jurusan, Cek Syaratnya

Work Smart
Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Whats New
Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Whats New
Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com