Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ronny P Sasmita
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution

Penikmat kopi yang nyambi jadi Pengamat Ekonomi

Ketidaksempurnaan Ekonomi Pasar dan Oligarki Pemburu Rente

Kompas.com - 08/06/2022, 15:58 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TIGA tahun sebelum John Maynard Keynes menerbitkan Magnum Opusnya, "General Theory, " di tahun 1933 dua orang ekonom berbagi pandangan tentang ketidaksempurnaan kompetisi pasar bebas.

Entah kebetulan atau tidak, Joan Robinson (wanita Inggris-istri profesor yang sempat ditolak melanjutkan kuliah di bidang ekonomi) dan Edward Chamberlin (Amerika) sama-sama menerbitkan buku bernada sama tahun itu.

Para ekonom menyebut mereka dengan istilah duo Cambridge. Joan dari Cambridge University, pengikut Keynes dan Alfred Marshal, sementara Edward dari Cambridge, Massachusetts, Harvad University.

Joan menerbitkan buku "Economics of Imperfect Competition" dan Chamberlin menerbitkan buku "Theory of Monopolistic Competition."

Nada dari kedua buku tersebut sama, walaupun pendekatanya berbeda. Keduanya sama-sama melihat gejala monopoli yang terjadi di pasar bebas.

Perusahaan-perusahaan besar berusaha memproduksi nyaris semua barang di dalam satu bidang, tanpa peduli apakah persaingannya sehat atau monopolistik, seperti perusahaan Cocacola yang memproduksi sangat banyak merek di bidang minuman atau Unilever di bidang kebutuhan sehari-hari (durable goods), misalnya.

Joan Robinson tidak terlalu menekankan penggunaan pendekatan matematik di dalam ilmu ekonomi yang ia terapkan, sementara Edward Chamberlin sebaliknya.

Hal itu sangat bisa dipahami karena keduanya berkiblat ke dua tokoh yang berbeda. John Stuar Mill membawa ilmu ekonomi ala Adam Smith ke arah Ekonomi Politik (political economy), sementara William Stanley Jevon membawanya ke ilmu ekonomi newtonian (matematik).

Dua tokoh acuan tersebut membedakan pendekatan kedua ekonom itu. Sampai sekarang, kedua pendekatan ini masih eksis (dulunya ilmu ekonomi memang disebut Political Economy, Alfred Marshal membakukannya menjadi Ilmu Ekonomi/economics)

Jadi sebelum John Maynard Keynes secara resmi mematangkan alirannya, memang sudah muncul beberapa sanggahan atas konsep persaingan sempurna (Pareto's Curve/Vilfredo Pareto) yang berawal dari hipotesis "Natural Liberty" ala Adam Smith dan "Property Right" ala John Locke. Alias, kesempurnaan ekonomi pasar bukanlah sesempurna yang dibayangkan.

Bahkan di Amerika, Alexander Hamilton adalah kritikus mumpuni atas konsep-konsep Adam Smith.

Ia mengkritik peran minimal pemerintah yang diperkenalkan Adam Smith di dalam buku "Wealth of Nation" tahun 1776 dan memproposisikan peran-peran pemerintah yang semestinya layak diambil untuk membantu memajukan perekonomian Negeri Paman Sam.

Dan memang, Amerika di awal kelahirannya bukanlah "Champion of Globalisation" dan "free trade," tapi justru sangat proteksionis, yang menjadi salah satu sebab terjadinya perang sipil (Civil War).

Amerika Utara ketika itu baru memulai proses industrialisasi di mana industri manufaktur (yang masih rentan/infant industry) membutuhkan proteksi via pengenaan tarif impor atas produk-produk dari Inggris.

Sementara Amerika Selatan berbasis agrikultur (terutama coton) yang hasilnya diekspor ke Inggris.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com