Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ronny P Sasmita
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution

Penikmat kopi yang nyambi jadi Pengamat Ekonomi

Ketidaksempurnaan Ekonomi Pasar dan Oligarki Pemburu Rente

Kompas.com - 08/06/2022, 15:58 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Amerika Selatan menolak pengenaan tarif impor, karena berisiko Inggris akan membalas tarif yang sama kepada produk-produk agrikultur dari Amerika Selatan.

Dan karena berbasis agrikultur pula Amerika Selatan pro terhadap perbudakan (budak-budak kerja di sektor agrikultur), yang menjadi sebab lain dari perang sipil.

Selain Alexander Hamilton, ada ekonom John Rae, Friederick List, dan Hendry C Carey, yang bahkan memberi nama lain kepada "free trade" versi Adam Smith sebagai "imprealism free trade" alias perdagangan bebas adalah kolonialisme ekonomi, dengan membuktikan kelakuan Inggris semasa era Merkantilisme.

Inggris menekan Ireland dan India untuk tidak memproduksi produk-produk yang sudah diproduksi oleh Inggris.

Raja Inggris melarang penjualan mesin-mesin ke luar negeri yang akan menyebabkan negara lain bisa memproduksi barang yang sama dengan Inggris.

Pendek kata, di pasar bebas sekalipun, persaingan memang tidak pernah sempurna. Para pendukung pasar bebas seperti Milton Friedman mengakui bahwa pasar bebas tidak sepenuhnya bisa mencapai level "Full Employment."

Untuk itu, Friedman memperkenalkan istilah "Natural Unemployment" sebagai justifikasinya. Pembenarannya mirip dengan gaya bung Karno atas peristiwa 1965, "Ah biasa itu dalam revolusi" alias "ah biasa itu dalam pasar bebas." Kurang lebih begitulah.

Sementara pengikut John Maynard Keynes (Keynesian) berpendapat, jika pasar hanya bisa menyerap 7.000 tenaga kerja dari 10.000 tenaga kerja yang ada, maka tak ada salahnya pemerintah berusaha mencari cara agar yang 3.000 (natural unemployment) bisa mendapat pekerjaan, atau minimal 1.000-2.000 tenaga kerja terserap.

Atas ide itu, New Dealer (penggagas dan pendukung kebijakan New Deal) di era Franklin Delano Rosevel (FDR) menggagas banyak proyeks pekerjaan publik untuk menyerap 25 persen pengangguran di Amerika akibat Great Depression 1929.

Di Indonesia, ketidaksempurnaan persaingan bebas di bidang ekonomi dan besarnya biaya kontestasi politik melahirkan patologi ekonomi tersendiri, yaitu oligarki.

Pemerintahan Indonesia pasca-Orde Baru, sebagaimana ditulis oleh Jefrey Winter, memang mengalami transisi model oligarki dari "sultanic oligarch" yang berhasil dijinakan Soeharto ke model "ruling oligarch" yang berkeliaran sesuka hati di dalam sistem ekonomi politik nasional.

Transisi tersebut sebenarnya sangat membahayakan proses demokratisasi di Indonesia karena, sebagaimana ditulis Jefrey Winter, justru menceburkan Indonesia ke dalam "criminal democracy," alias bukan transisi menuju demokrasi sebagaimana yang dipahami di negara-negara demokrasi liberal-elektoral di barat.

Jefrey Winter menuliskan pandangannya di dalam buku "Oligarch" yang terbit di tahun 2011, dengan berpatokan pada perkembangan ekonomi politik Indonesia dari Soeharto, Gus Dur, Habibie, Megawati, dan SBY.

Namun tahun 2018 di saat John West menerbitkan buku "Asian Century on the Knife Edge, " justru melihat perkembangan oligarki di Indonesia semakin menjadi-jadi.

Kini, kata John West, demokrasi Indonesia hanya tersisa sebagai "demokrasi dari beberapa, untuk beberapa, dan oleh beberapa", bukan "dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat", sebagaimana adigium demokrasi pada umumnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com