Selain Danar Hadi, salah satu brand batik asal Kulon Progo, D.I. Yogyakarta, yakni Shiroshima juga turut memperkenalkan karyanya dalam program Java in Paris.
Batik Shiroshima memiliki karakteristik yang unik, mengangkat konsep pada motif kainnya yang minimalis dan desain pakaian masa kini.
Pemilik Shiroshima, Dian Nutri Justisia Shirokadt mengatakan, hadirnya Shiroshima di ajang bergengsi ini merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi Dian.
Hal ini ternyata merupakan mimpi Dian untuk berkontribusi memperkenalkan batik asal Kulon Progo ke mancanegara.
Dian menuturkan, dirinya sempat tidak yakin produknya mampu bersaing di kelas dunia.
“Sebelumnya saya enggak percaya diri untuk ke Eropa karena takut produk saya tidak cocok. Tapi dengan masuknya ke Paris membuka mata saya jika produk UMKM Indonesia juga memiliki potensi besar di luar negeri,” kata Dian.
Di balik desain dan motif yang mengikuti tren ini, Shiroshima melibatkan sejumlah warga lokal asal Lendah, Kulon Progo untuk membatik.
Dian juga mengatakan, Shiroshima telah memberdayakan 23 pembatik, yang terdiri dari 10 pria pengrajin batik cap dan 13 perempuan pengrajin batik tulis dalam produksi Shiroshima.
Dian berharap, masuknya ke pasar Eropa dapat memberikan dampak positif bagi UMKM untuk menggerakkan ekosistem usaha batik, termasuk di Yogyakarta, sehingga warisan budaya melalui batik dapat semakin lestari dan para pembatik di daerah menjadi berdaya secara ekonomi dan sosial.
Janédan
Ada juga tas kulit Janédan, brand lokal asal Bantul, D.I. Yogyakarta yang ikut dalam program tersebut .
Dengan desain yang kekinian, Janédan mengusung konsep lebih ramah lingkungan dengan menggunakan metode upcycling (daur ulang menjadi produk bernilai tambah) yang memanfaatkan limbah kulit sapi dengan teknik tradisional dan alami pada proses produksinya.
Pemilik Janédan, Gabriel Adi Nugroho, mengatakan, proses produksi tradisional yang lebih ramah lingkungan ini juga mencakup proses penyamakan dan pewarnaan alami pada kulit yang menghindari menggunakan bahan kimia.
“Kami melakukan proses upcycling untuk menghasilkan materi tas kami. Kulit yang dipakai merupakan hasil limbah industri daging yang kami daur ulang, kemudian masuk ke proses penyamakan sehingga terjadi sirkulasi ekonomi di rantai produksinya. Selain itu, pewarnaan materi kulit ini juga menggunakan beberapa jenis kayu seperti tegeran dan mahoni dan bukan pewarna kimiawi agar ramah lingkungan,” kata Adi.
Adi memiliki kepedulian pada isu lingkungan yang dia tunjukkan melalui produk Janédan.
Dalam momen pameran “Java in Paris” ini, Adi berharap dapat menunjukkan bahwa produk-produk Indonesia juga sudah mulai banyak yang mengusung konsep lebih ramah lingkungan dengan kualitas bersaing.
Baca juga: Shopee Luncurkan Program Java in Paris, Ratusan Jenis Produk UMKM Akan Melantai di Paris
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.