Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Gatot Rahardjo
Pengamat Penerbangan

Pengamat penerbangan dan Analis independen bisnis penerbangan nasional

Bom Waktu di Penerbangan Indonesia

Kompas.com - 12/06/2022, 06:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

HARGA tiket pesawat setelah Lebaran 2022 sampai saat ini, ternyata tidak juga turun. Maskapai masih memasang harga tiket dengan tarif di sekitar batas atas (TBA) yang ditentukan pemerintah.

Silahkan Anda mencari sendiri tarif penerbangan ke kota-kota lain melalui website maskapai atau travel agen online dan offline, kemudian cocokkan dengan Keputusan Menteri Perhubungan no. KM 106 tahun 2019. Anda akan mendapati rata-rata tarif di batas atas.

Bahkan beberapa maskapai juga memasang biaya tambahan fuel surcharge karena sejak April hingga Juli nanti pemerintah memang memberi keleluasaan maskapai untuk menambah biaya tambahan ini. Alasannya karena harga avtur yang naik imbas dari perang Rusia-Ukraina.

Masyarakat hingga Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno juga mengeluh karena tingginya harga tiket pesawat menghambat pariwisata. Wisatawan memang lebih banyak datang menggunakan pesawat.

Kondisi ini mengingatkan kita pada kondisi yang sama pada tahun 2018-2019. Ibarat pepatah, saat ini penerbangan nasional “jatuh 2 kali di lubang yang sama!”

Pihak Kementerian Perhubungan selaku regulator penerbangan nasional menyatakan bahwa harga avtur yang melambung tinggi adalah biang kerok dari kenaikan harga tiket pesawat.

Karena biaya avtur mencapai sekitar 35 persen dari total biaya operasional penerbangan. Jika harga avtur naik, maka otomatis biaya penerbangan juga akan naik.

Selain itu, Kemenhub juga menyatakan bahwa kenaikan harga ini karena jumlah pesawat yang berkurang, dari sebelum pandemi sebanyak 550 pesawat, sekarang tinggal 350 pesawat.

Sehingga hukum ekonomi berlaku, yaitu penawaran lebih sedikit dari permintaan sehingga harga pasti naik.

Namun benarkah memang demikian? Mari coba kita kupas satu per satu.

Harga avtur

Harga avtur rata-rata per barrel menurut Asosiasi Maskapai Penerbangan Internasional (IATA) pada tahun 2019 adalah 79 dollar AS dan tahun 2022 saat ini sekitar 138 dollar AS. Artinya ada peningkatan sekitar 60 dollar AS atau 88 persen.

Lalu kita coba simulasikan dengan tata cara perhitungan tarif pesawat dalam Peraturan Menteri Perhubungan No 20 tahun 2019.

Dalam peraturan tersebut, perhitungan tarif diambil dari perhitungan biaya operasi pesawat. Untuk pesawat jet, hasil total perhitungan biaya operasional ditambah 5 persen keuntungan maskapai merupakan tarif dasar dengan ketentuan bahwa perhitungan tersebut menggunakan tingkat keterisian penumpang pesawat 65 persen.

Tarif dasar kemudian dikalikan dengan jarak rute sehingga menghasilkan tarif batas atas (TBA). Dengan demikian, TBA Jakarta- Surabaya berbeda dengan Jakarta-Medan karena jaraknya juga berbeda.

Jadi jika pesawat jet maskapai terisi penumpang (load factor/ LF) 65 persen dan maskapai menerapkan TBA, maka maskapai masih akan dapat keuntungan 5 persen.

Kenyataanya sekarang, selain menerapkan TBA, tingkat keterisian pesawat rata-rata sudah hampir mendekati 100 persen atau boleh dibilang sekitar 90 persen.

Sekarang mari kita hitung secara kasar memakai angka-angka yang mudah dimengerti untuk mengukur antara biaya dan pendapatan maskapai.

Memakai ketentuan PM 20/ 2019, pendapatan maskapai adalah 65 (LF) x 100 (TBA) yaitu 6.500.

Jika harga avtur naik 90 persen, maka biaya avtur yang semula 35 (dari total biaya operasi) bertambah 35 x 90 persen = 31,5. Dengan dengan demikian total biaya menjadi 65 x (100 +31,5) = 8.547,5.

Pendapatan saat ini 90 (LF) x 100 (TBA) = 9.000. Jadi masih ada keuntungan sekitar 450 atau sekitar 7 persen dari tarif dasar. Ditambah keuntungan dari perhitungan tarif dasar 5 persen, maka keuntungan maskapai penerbangan saat ini sekitar 12 persen.

Ingat, ini hanyalah hitungan kasar, hanya untuk memberi gambaran pengaruh harga avtur saat ini terhadap penerbangan.

Pada kenyataannya, hanya maskapai full service yang boleh menerapkan TBA 100 persen. Maskapai medium hanya 90 persen dan LCC 85 persen. Namun tentu saja total biaya maskapai medium dan LCC juga lebih rendah dari full service.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com