Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tahun Ini, Pemerintah Yakin Penerimaan Perpajakan Tumbuh 15,3 Persen

Kompas.com - 13/06/2022, 13:33 WIB
Fika Nurul Ulya,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan tumbuh 15,3 persen secara tahunan (year on year/yoy) atau jadi Rp 1.784 triliun tahun 2022.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, outlook penerimaan perpajakan itu jauh lebih tinggi dari target dalam APBN, yakni Rp 1.510 triliun.

"Outlook untuk tahun 2022 ada di 15,3 persen, di mana ini memberikan keputusan yang sangat strategis dan tetap dalam kondisi kita memitigasi risiko yang kita hadapi," kata Febrio dalam Rapat Panja Asumsi Dasar dalam Pembicaraan Pendahuluan RAPBN 2023 di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (13/6/2022).

Baca juga: Tarif Listrik Orang Kaya Naik, ESDM: APBN Hemat Rp 3,1 Triliun, Dampak ke Inflasi Kecil

Febrio merinci, penerimaan perpajakan itu disumbang oleh pajak serta kepabeanan dan cukai. Pendapatan pajak tahun 2022 diproyeksi Rp 1.485 triliun serta kepabeanan dan cukai Rp 299 triliun.

Target ini tumbuh dibanding realisasi penerimaan perpajakan tahun lalu. Pada tahun 2021, penerimaan perpajakan mencapai Rp 1.547,9 triliun dengan rincian penerimaan pajak Rp 1.278,6 triliun serta kepabeanan dan cukai Rp 269,2 triliun.

Febrio menuturkan, tingginya target penerimaan pajak tahun ini tak lepas dari pertumbuhan yang tinggi di tahun 2021 yang mencapai 20,4 persen (yoy).

"Tahun 2021 kita lihat ada peluang pertumbuhan ekonomi yang sudah membaik. Kita mulai menikmati adanya harga komoditas sehingga pertumbuhan penerimaan pajak terlihat sangat baik di 20,4 persen," ucap Febrio.

Febrio menjelaskan, pertumbuhan sebesar 15,3 persen ini juga jauh lebih tinggi dibanding tahun 2017-2019 dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 6,5 persen (yoy).

Baca juga: Semakin Menyusut, Restrukturisasi Kredit Covid-19 BRI Tinggal Rp 138,57 Triliun

Kemudian pada tahun 2018, penerimaan negara ini tumbuh lebih tinggi sebesar 13 persen karena lonjakan harga komoditas. Lalu di tahun 2020, penerimaan merosot -16,9 persen akibat pandemi Covid-19.

"Kita sama-sama memahami bahwa waktu itu di tengah (penerimaan) pajak yang melemah sangat tajam, kita punya kebutuhan untuk countercyclical yang sangat tajam," tuturnya.

Lebih lanjut dia berujar, penerimaan perpajakan tahun ini banyak ditopang oleh komoditas, Sebab, Indonesia masih menikmati harga komoditas global yang tinggi (commodity boom).

Kendati demikian, pihaknya mengaku tetap hati-hati memanfaatkan peluang ini karena ketidakpastian global dari kebijakan moneter dan perdagangan global.

Asal tahu saja, banyak negara di dunia sudah memberlakukan larangan ekspor komoditas tertentu demi menjaga ketahanan pangan di dalam negeri.

"Jadi memang kita terus harus hati-hati dengan ketidakpastian yang kita pahami, bukan hanya dari sisi kebijakan moneternya dan kebijakan keuangan global, termasuk sistem perdagangan dunia yang semakin terdisrupsi," jelas Febrio.

Baca juga: Daftar 20 Wanita Paling Berpengaruh di Indonesia Versi Fortune

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com