Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Rizky Septian
Pegawai Negeri Sipil

Statistisi di Badan Pusat Statistik

Tantangan Ketenagakerjaan di Indonesia

Kompas.com - 13/06/2022, 16:27 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ERA disrupsi ekonomi yang tengah terjadi saat ini menjadi salah satu pemicu lesunya kondisi makro perekonomian.

Hal ini berimbas pada munculnya berbagai permasalahan ekonomi dan sosial seperti meningkatnya jumlah penduduk miskin, melebarnya jurang kesenjangan sosial.

Lalu, yang tak kalah mencemaskan adalah masih tingginya tingkat pengangguran di berbagai daerah, tak terkecuali untuk pengangguran terdidik.

Berbagai upaya pemerintah yang telah dianggap berhasil selama ini untuk keluar dari permasalahan-permasalahan ekonomi dan sosial tersebut, termasuk mengakselerasi kembali pertumbuhan ekonomi, ternyata tidak serta-merta mampu menyelesaikan persoalan pengangguran.

Terlebih lagi, bagaimana agar penduduk yang telah bekerja memperoleh hasil yang layak dan mencukupi untuk mencapai kesejahteraan, masih menjadi salah satu pekerjaan rumah (PR) yang besar bagi pemerintah.

Potret ketenagakerjaan di Indonesia

Dalam publikasi “Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia” oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada 7 Juni 2022, tercatat bahwa jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2022 mencapai sekitar 144,21 juta orang.

Mengalami kenaikan sekitar 4,02 juta orang jika dibandingkan Februari 2021 yang mencapai sekitar 139,81 juta orang.

Apabila diselisik lebih dalam menurut lapangan pekerjaan utama dari penduduk yang bekerja, hampir 30 persen dari total pekerja di Indonesia terserap ke dalam sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan.

Hal ini dapat dikatakan wajar mengingat sektor tersebut masih menjadi tiga besar sektor yang membentuk perekonomian Indonesia hingga saat ini (BPS, 2022).

Selain itu, jika ditelaah lebih dalam berdasarkan status pekerjaan utama, pekerja informal ternyata masih mendominasi di Indonesia.

Proporsinya terhadap pekerja formal mencapai 59,97 persen, atau mengalami peningkatan sekitar 0,35 persen poin jika dibandingkan dengan Februari 2021.

Pekerja informal ini merupakan mereka yang bekerja dengan cara berusaha sendiri maupun dibantu buruh tidak tetap/tidak dibayar, pekerja bebas, dan pekerja keluarga/tidak dibayar.

Dari 144,01 juta angkatan kerja di Indonesia, sekitar 5,83 persen atau 8,4 juta orang masih tergolong ke dalam pengangguran.

Konsep pengangguran yang digunakan oleh BPS selama ini adalah seseorang yang tidak punya pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha, atau tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin untuk mendapatkan pekerjaan.

Selain itu, seseorang yang sudah mempunyai pekerjaan, tetapi belum mulai bekerja juga terklasifikasikan sebagai pengangguran.

Konsep ini diadopsi dari The Labor Force Concept (konsep ketenagakerjaan) yang disarankan oleh International Labor Organization (ILO).

Mengacu pada konsep ketenagerjaan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pengangguran terdidik adalah seseorang dengan latar pendidikan yang tinggi (tamatan SMA/sederajat ke atas), namun belum terserap pada lapangan pekerjaan yang tersedia.

Atau, mereka sebenarnya sudah mempunyai pekerjaan, tetapi masih belum memulai bekerja.

Apabila dianalisis lebih lanjut berdasarkan tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan, maka lebih dari 62,46 persen pengangguran di Indonesia terklasifikasikan sebagai pengangguran terdidik.

Kondisi ini menjadi cukup mencemaskan mengingat sekitar 40,24 persen dari pengangguran terdidik tersebut merupakan tamatan SMK dan diploma.

Padahal, pada dasarnya SMK dan diploma dirancang untuk mencegah pengangguran karena diharapkan mampu menjadi penghubung antara pendidikan formal dengan perusahaan agar tamatannya dapat langsung bekerja.

Masih cukup tingginya dominasi pengangguran terdidik dalam membentuk tingkat pengangguran di Indonesia menjadi tantangan tersendiri bagi kita semua, terutama pemerintah pusat dan daerah.

Adapun langkah strategis yang dapat kita lakukan, terutama bagi pemerintah agar dapat menekan peningkatan pegangguran terdidik antara lain adalah dengan memperkuat Link and Match antara institusi pendidikan dan dunia kerja.

Hal ini berarti institusi pendidikan mengusahakan agar para lulusannya tidak hanya cerdas, tetapi juga bisa langsung bekerja.

Langkah kongkret yang bisa dilakukan sesuai dengan konsep ini, yaitu menyesuaikan program pendidikan dan pelatihan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja.

Selain itu, program seperti pelatihan berwirausaha sejak dini juga bisa dilakukan. Dengan adanya pelatihan berwirausaha, tenaga kerja terdidik semakin tergerak untuk menciptakan lapangan kerja.

Berbagai upaya tersebut haruslah dilakukan secara simultan dan semua elemen yang terlibat haruslah saling bahu-membahu agar kita bisa menekan tingkat pengangguran di Indonesia. Semoga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com