ROLF Jensen pertama kali memperkenalkan istilah dream society dalam bukunya berjudul The Dream Society, terbit tahun 1999. Dream society digambarkan sebagai masyarakat pemimipi dengan ciri khas emosinya mudah untuk dikomersialisasi. Berbagai keputusan dalam hidup kalangan ini lebih banyak dipengaruhi oleh emosi ketimbang logika.
Anda mungkin sependapat apabila sebagian besar generasi muda kita hari ini adalah representasi dari dream society itu. Keputusan pengeluaran masyarakat saat ini didominasi oleh tren dan pola pikir praktis. Hidup ini hanya sekali jadi harus dinikmati selagi bisa.
Baca juga: 5 Tips dari Arief Muhammad untuk Wujudkan Kebebasan Finansial
Konon komoditas yang paling mahal dalam hidup ini adalah waktu. Sebagian millenial juga mengalami tren fear of missing out (FOMO), takut dianggap ketinggalan zaman. Hari ini berbagai pola pikir praktis tersebut demikian mudahnya dikomersialisasi dengan strategi marketing yang menjual gaya hidup dalam bentuk kesenangan (pleasure) dan pengalaman (experience).
Generasi muda saat ini cenderung terbentuk menjadi generasi konsumtif, yang lebih mementingkan keinginan daripada kebutuhan. Banyak di antara mereka yang tidak lagi memiliki perencanaan keuangan, tak lagi memikirkan tabungan masa depan.
Salah satu pos pengeluaran yang terbesar dari masyarakat kita hari ini adalah pengeluaran untuk gaya hidup. Sebenarnya tidak semua yang konsumtif tidak ada untungnya. Tingkat konsumsi masyarakat yang tinggi ini erat hubungannya dengan daya beli masyarakat yang menggerakkan perekonomian kita.
Pertumbuhan ekonomi kita yang terjaga selama masa pandemi ini tidak bisa dipungkiri adalah akibat dari budaya konsumtif masyarakat kita. Hal itu yang mengakibatkan pemerintah terus mendorong pertumbuhan tingkat konsumsi masyarakat sebagai upaya menjaga pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek.
Gaya hidup sejatinya bukanlah sebuah persoalan finansial, selama kaidah ini diikuti: gaya hidup harus bisa dibiayai dari passive income. Maka jika anda termasuk dalam golongan masyarakat High Net Worth Individual (HNWI) atau golongan di atasnya, seharusnya gaya hidup bukan lagi menjadi sebuah persoalan.
Menurut Forbes, HNWI adalah golongan masyarakat yang memiliki kekayaan berupa aset likuid sebesar minimal satu juta dollar AS. Sayangnya riset Knight Frank Asia Pacific tahun 2021 menunjukkan, golongan masyarakat HNWI dan golongan di atasnya hanya kurang dari lima per sepuluh ribu dari total masyarakat Indonesia saat ini.
Maka sebagian besar masyarakat kita hari ini adalah masyarakat golongan menengah dan prasejahtera. Tentu golongan masyarakat ini jugalah yang hari ini banyak terjebak dalam vicious circle pengeluaran gaya hidup. Padahal golongan masyarakat ini sebagian besar masih termasuk golongan "cuan ciak", yang pemasukan bulanannya hanya cukup untuk pengeluaran dan kebutuhan hidup keluarga sehari-hari.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.