Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Eric Hemawan
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia

Staf Pengajar STIAMI Jakarta

Tren Kolusi Kalangan Pengusaha

Kompas.com - 14/06/2022, 14:01 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SETELAH tertangkapnya aktor kasus kelangkaan minyak goreng pada internal Kementerian Perdagangan lalu, dunia bisnis kian jauh dari integritas untuk tidak terjebak Korupsi, Kolusi, dan Neporisme (KKN).

Kolapsnya narasi kebangsaan dan jiwa pebisnis untuk menjadikan dunia usaha sebagai langgam penopang kelanjutan daya tahan manusia, justru menjadi motif utama yang paling destruktif belakangan ini.

Lalu lahirlah pertanyaan sederhana, bagaimana menciptakan situasi dunia usaha di Indonesia agar bebas dari praktik suap-menyuap?

Hal terpenting, bagaimana pemerintah memperbaiki birokrasi dalam mengatur dunia usaha. Birokrasi yang rumit dan berbelit-belit adalah faktor yang paling berkontribusi melanggengkan praktik suap-menyuap.

Pertalian pengusaha dan kekuasaan politik melahirkan mutualisme kepentingan sektoral yang menyempit dari publik.

Alih-alih ingin menopang hajat masyarakat, mereka sebenarnya sedang membangun ekosistem yang kedap kritik.

Posisi ini bukan berarti masyarakat tidak peka, tetapi persengkokolan rente membuat antibodi mereka sulit disentuh masyarakat.

Daya tekan dan praktik yang sering berubah-ubah, membuat pengusaha sering mendapatkan keuntungan lebih saat mereka dilindungi oleh sosok kuat.

Paham klasik, sebagaimana dilontarkan Epikuros ada benarnya, mendominasi wacana alam pikiran bahwa satu-satunya cara untuk tetap diakui eksistensinya dalam dunia materialisme adalah dengan cara sebanyak mungkin menumpuk harta.

Kelangkaan minyak goreng dimotivasi oleh perilaku pemburuan keuntungan yang tak wajar. Situasi sulit adalah peluang keuntungan yang biasanya tidak diikutkan oleh hati nurani. Pengusaha semacam ini tidak bekerja dengan konsepsi sederhana.

Apalagi kebutuhan itu berisfat urgen bagi masyarakat, kelangsungan praktik nakal pengusaha bertalian dengan porsi keuntungan dalam suatu ikatan kartel.

Pengaruh orang penting dari bangunan kaum Oligarki telah ikut membesarkan ceruk praktik nakal pengusaha.

Pertemuan kepentingan itu merupakan simbiosis yang saling menguntungkan. Oligarki membutuhkan dukungan di tingkat lokal karena sangat penting untuk memenangi politik elektoral.

Desentralisasi yang mendelegasikan sebagian kewenangan kepada pemerintah daerah menempatkan posisi elite lokal menjadi sangat penting bagi kepentingan oligarki.

Misalnya, konsesi untuk mendapatkan kuasa pertambangan atau pembukaan lahan bagi perkebunan sawit.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com